Banyaknya kasus penipuan rumah berkedok syariah ini, menurut Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid, merupakan kasus kriminalitas.
"Kejadian ini masalah perbuatan oknum dan kriminal maka polisi turun tangan," kata Khalawi kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2020).
Dia melanjutkan, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tugas pemerintah pusat adalah melakukan pengawasan dan pengendalian kepada pemerintah daerah (pemda).
Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan fungsi pengawasan serta pengendalian kepada pengembang legal yang telah terdaftar.
Ada pun yang dimaksud pengembang legal adalah perusahaan yang telah terdaftar dalam Sistem Registrasi Pengembang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (SIRENG-PUPR) serta asosiasi pengembang perumahan.
Sedangkan jika menyangkut pengembang perumahan syariah, Khalawi mengatakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR tidak memberi ketentuan khusus bagi pengembang yang terdaftar dalam sistem.
Seperti diketahui, tiga pengembang dalam kasus penipuan perumahan berkedok syariah yang telah terungkap adalah PT Cahaya Mentari Pratama, PT Wepro Citra Sentosa, dan PT ARM Citra Mulia.
Dia juga menyatakan, Pemerintah tidak menetapkan kategori khusus baik bagi pengembang konvensional maupun syariah.
Khalawi menekankan, tugas pemerintah pusat adalah melakukan pengawasan dan pengendalian kepada pemda.
Termasuk pengembang legal yang sudah terdaftar dalam SIRENG dan terdaftar sebagai anggota asosiasi perumahan yang ada di Indonesia (seperti) REI, Apersi, Himpera, Apernas, dan lain-lain.
Dalam penelusuran Kompas.com, seluruh dari ketiga pengembang tersebut tidak terdaftar, baik dalam SIRENG-PUPR maupun asosiasi Real Estat Indonesia (REI).
Jumlah anggota SIRENG sendiri hingga saat ini sebanyak 13.787 pengembang dari 18 Asosiasi plus Perumnas.
Wewenang Pemda
Menurut Khalawi, masalah maraknya pengembang berkedok properti syariah bisa bebas berkeliaran dan mengutip dana konsumen merupakan ranah Pemda.
Karena Pemda-lah yang memberikan izin pembangunan perumahan. Dalam hal ini, Khalawi menyebut sudah ada mekanisme dan aturan di masing-masing daerah.
Meski begitu, dia menuturkan jika berkaitan dengan pembanguan rumah dengan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) Bersubsidi, pemerintah pusat melakukan pengawasan ketat dalam proses pembangunan.
Berkaitan dengan pembangunan rumah KPR bersubsidi (FLPP), pemerintah pusat melakukan pengawasan ketat dalam proses pembangunan agar sesuai spesifikasi dan aturan untuk menjamin konsumen mendapatkan rumah yang baik dan layak.
Hal ini juga dikatakan Direktur Utama Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) Kementerian PUPR Arief Sabaruddin.
Menurut Arief, perlu ditekankan bahwa pemerintah pusat mengawasi dan mengendalikan praktik usaha para pengembang yang secara resmi terdaftar di sistem SIRENG PUPR.
"Kami juga punya aplikasi dan sistem yang memungkinkan konsumen mengawasi tindak tandung pengembang serta progres konstruksi rumah yang mereka beli dari pengembang bersangkutan," terang Arief.
Alat kendali ini bernama Sistem Informasi KPR Subsisi Perumahan (SiKASEP) yang mengharuskan masyarakat pembeli rumah terdaftar dalam sistem ini.
Demikian halnya dengan pengembang yang akan menjual rumahnya harus mendaftarkan badan usahanya.
Pengembang yang dapat mendaftar di sistem ini adalah pengembang yang terdaftar di SIRENG-PUPR.
"Setiap rumah yang dibangun akan dipantau langsung oleh pemerintah dalam hal ini PPDPP bekerja sama dengan Pemda setempat," tegas Arief.
Suara MUI
Sementara itu, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Nadjamuddin Ramly mengatakan, seluruh pihak baik itu MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN), Kementerian PUPR, kepolisian, asosiasi pengembang, dan juga masyakarat harus ikut mengawasi praktik pengembang rumah berkonsep syariah.
"Karena sesungguhnya yang melakukan penyelewengan sekaligus penodaan terhadap konsep syariah ini adalah orangnya, pengembangnya. Konsepnya sendiri dijamin aman. Sesuai dengan kajian yang telah kami lakukan selama bertahun-tahun," tutur Nadjamuddin.
Dia menambahkan, DSN telah mengeluarkan fatwa terkait usaha atau bisnis syariah. Termasuk pengembangan perumahan, dan sektor properti secara umum.
Ada ribuan fatwa yang telah disusun DSN secara komprehensif dan holistik menyangkut pengembangan properti.
Fatwa tersebut terangkum dalam Panduan Sertifikasi Kesesuaian Syariah untuk Badan Usaha.
Selain itu, lanjut Nadjamuddin, DSN juga senantiasa melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap badan usaha, atau investor properti yang akan menjalankan usahanya.
"Jika bisnis mereka dijalankan sesuai kaidah syariah, insha Allah, tak akan muncul kasus penipuan seperti ini. Saya tegaskan, ini bukan konsepnya yang salah, melainkan orangnya," tegas Nadjamuddin.
https://properti.kompas.com/read/2020/01/07/212941121/kasus-rumah-syariah-bodong-tanggung-jawab-siapa