Ciputra dikenal piawai dalam menyulap daerah-daerah yang sebelumnya tak tersentuh menjadi kawasan rekreasi, pusat perdagangan, dan perumahan.
Contohnya pengembangan kawasan Ancol pada dekade 1960-an. Saat itu, Ciputra bermitra dengan Pemerintah DKI Jakarta melalui PT Pembangunan Jaya dalam mengubah Ancol menjadi kawasan wisata terpadu.
"Banyak tantangan dari aktivis lingkungan, dari masyarakat sekitar terutama nelayan. Dan yang paling keras menentang tentu dari media," kenang Ciputra saat berbincang dengan Kompas.com tahun 2016 silam.
Dalam membangun kawasan Ancol, Ciputra tak melakukannya secara asal-asalan. Ciputra yang kala itu menjabat sebagai direktur mengatakan proyek ini menghabiskan biaya antara Rp 2 miliar hingga Rp 4 miliar.
Bahkan persiapan hingga studi kelayakan dilakukan dalam urun waktu lima tahun. Selama itu, tim Ciputra dan PT Pembangunan Jaya melakukan studi banding ke Perancis dan Belanda.
Ciputra meyebut, meski kontraktor reklamasi Ancol terkenal, namun jika proyek tersebut tidak diawasi maka akan kacau.
Untuk itulah, Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) Proyek Ancol kemudian menunjuk supervisor Witteveen+Bos untuk melakukan pengawasan langsung.
Ciputra berpendapat, pembangunan pulau rekayasa sejatinya berdampak positif serta memberikan manfaat dari segi ekonimi.
Namun, ia menggarisbawahi, manfaat tersebut akan dirasakan sejauh pelaksanaan prosedural, ketaatan izin serta kajian mendalam dilakukan dengan benar.
Selain itu, dia menilai, reklamasi adalah jawaban atas masalah kelangkaan lahan dengan harga yang tidak masuk akal.
Saat akan mereklamasi Ancol, Ciputra tidak memikirkan kemungkinan akan merugi. Menurutnya, dalam menjalankan bisnis ia harus mebaca situasi yang akan datang.
"Misalnya saya lihat rawa, intuisi saya, manusia butuh rekreasi. Rawa itu akan bermanfaat. Saya sudah ke luar negeri melihat Disneyland. Inilah membaca masa depan. Disneyland itu gabungan inovasi, budaya, seni, dan komersial," ucap Ciputra seperti dikutip dari Harian Kompas, 24 November 1985.
Selain Ancol, proyek reklamasi lain yang ditangani adalah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ciputra menggandeng PT Yasmin Bumi Asri membentuk KSO Ciputra Yasmin untuk merealisasikan megaproyek CitraLand Losari senilai Rp 3,5 triliun.
CitraLand City Losari sendiri merupakan bagian dari pengembangan Center Point of Indonesia (CPI) dengan dimensi total 157, 23 hektar. Untuk membangun lahan reklamasi, Ciputra-Yasmin menggandeng Boskalis International.
Brand Ciputra
Setelah sukses bersama PT Pembangunan Jaya, Ciputra bersama dengan beberapa rekannya mendirikan Metropolitan Kencana pada tahun 1971.
Ciputra memutuskan menyematkan namanya menjadi sebuah brand mulai tahun 1981 dengan proyek pertamanya, CitraGarden City di Kalideres Jakarta Barat.
Ciputra pun membangun Grup Ciputra yang merupakan perusahaan keluarga dan dikendalikan oleh anak, menantu, cucu sekaligus para profesional.
Harian Kompas, 19 Januari 1992 mencatat, pada tahun 1981 Ciputra dan anak-anaknya mendirikan PT Citra Habitat Indonesia (CHI).
Kemudian Pada 1990, PT CHI berubah nama menjadi PT Ciputra Development. Perusahaan ini memiliki tiga divisi, serta membawahi 4 anak usaha yang tergabung dalam Ciputra Grup.
Setelah itu, nama Ciputra melekat kuat. Pengembangan kawasan atau perumahan ala Ciputra identik dengan wilayah yang hijau, bersih, dan berkualitas.
Konsep pembangunan pun juga tak asal-asalan. Dalam setiap proyek pembangunan, Ciputra selalu menerapkan prinsip bangunan hijau atau green property.
Ide tersebut diarahkan pada upaya penghematan energi. Dengan demikian, biaya perawatan serta emisi buang karbon berkurang.
Bahkan, kuatnya brand Ciputra menjadikan beberapa perumahan yang dibangun berubah menjadi ikon kota bersangkutan.
Hingga saat ini, Ciputra Group telah mengembangkan 76 proyek pembangunan meliputi perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, hotel, lapangan golf, rumah sakit, dan perkantoran di lebih dari 33 kota di seluruh Indonesia.
Selama berkarir di bidang properti, Ciputra telah melahirkan imperium bisnis yakni Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group.
Bisnis Ciputra tak hanya berhenti pada perumahan. Perusahaan terus melakukan diversifikasi ke 11 industri, seperti pembangunan proyek rumah sakit, gedung perkantoran, universitas, hingga pusat perbelanjaan.
Tak hanya telah membidani kelahiran proyek pembangunan yang tersebar di seluruh Nusantara, Ciputra tercatat sebagai konglomerat yang memiliki kekayaan puluhan triliun.
Forbes mencatat, kekayaan taipan beserta keluarganya tersebut mencapai 1,3 miliar dollar AS atau sekitar 18,3 triliun. Dengan capaian ini, Ciputra berada di peringkat ke-27 orang terkaya di Indonesia.
https://properti.kompas.com/read/2019/11/27/133835921/mengenang-warisan-dan-brand-fenomenal-ciputra