Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ciputra, Moral Bisnis, dan Sejumlah Mahakarya

Kompas.com yang kerap mendapat kesempatan istimewa mewawancarai Ciputra secara khusus merasa kehilangan.

Sebab, Ciputra merupakan begawan properti paling berpengaruh di Indonesia. Sosok yang menginspirasi banyak orang dan dihormati, tak hanya oleh kawan, tapi juga para pesaing.

Pria kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, ini mewariskan karya yang kelak menjadi cikal bakal kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi baru.

Sebut saja Taman Impian Jaya Ancol, BSD City, Pondok Indah, Pantai Indah Kapuk, dan proyek-proyek skala kota lain yang tersebar di seluruh Indonesia, serta Ciputra World 1 Jakarta yang mendunia berkat tamu-tamu pentingnya, seperti Raja Salman bin Al Saud.

Ciputra adalah pembaru yang gagasan, pemikiran, terobosan, dan inovasinya melampaui zamannya.

"Bagi saya, beliau adalah perintis dan tokoh dunia properti yang karya-karyanya memberi warna di kota-kota di seluruh Nusantara, bahkan ke negara lain. Bagi saya yang beruntung bekerja untuk beliau, beliau adalah great leader, inspiratif, dan selalu menumbuhkan integritas, profesionalisme, dan entrepreneurship bagi kami semua," tutur Direktur Ciputra Group Artadinata Djangkar kepada Kompas.com, Rabu (27/11/2019).

Selama lebih dari lima dekade pergulatannya dengan bisnis properti, Ciputra telah membangun tiga imperium, yakni Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group.

Sembilan di antara anak-anak usaha ketiga "pohon bisnis" ini merupakan perusahaan terbuka. Kinerja keuangan ketiganya terus memperlihatkan grafik menanjak. 

Selain dikenal sebagai taipan properti ulung, suami Dian Sumeler ini juga populer sebagai filantropis yang bergerak di bidang pendidikan dengan mengembangkan sekolah dan Universitas Ciputra.

Karena kiprah dan pemikiran-pemikirannya inilah, Channel News Asia memberikan apresiasi kepada Ciputra berupa "Lifetime Achievement Luminary Award 2013".

Ciputra berkata, untuk sampai pada pencapaian ini tidak dilalui dengan mudah. Terlebih lagi saat dia memulai pembangunan proyek reklamasi skala jumbo bertajuk Taman Impian Jaya Ancol pada 1966.

"Banyak tentangan dari aktivis lingkungan, dari masyarakat sekitar terutama nelayan. Dan yang paling keras menentang tentu dari media," ujar Ciputra memulai kisahnya dalam perbincangan selama 30 menit dengan Kompas.com di DBS Tower, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selama waktu lima tahun itu, Ciputra dan tim PT Pembangunan Jaya sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) Proyek Ancol melakukan studi banding ke Perancis dan Belanda.

Dalam pelaksanaan reklamasinya pun BPP Proyek Ancol menunjuk supervisor Witteveen+Bos untuk melakukan pengawasan langsung.

"Walaupun kontraktor reklamasinya terkenal, kalau tidak diawasi, tidak disupervisi, akan kacau jadinya," kata Ciputra.

Pembangunan pulau rekayasa, lanjut Ciputra, sejatinya berdampak positif dan membawa manfaat dari segi ekonomi, hanya jika pelaksanaannya prosedural, taat izin, dan tentu dengan kajian-kajian mendalam.

Selain itu, menurut dia, reklamasi adalah jawaban atas masalah kelangkaan lahan dengan harga yang sudah tidak masuk akal. Singapura yang lahannya terbatas juga melakukan ekspansi ke laut.

"Sekarang lihat, Ancol jadi kawasan modern, kawasan rekreasi, hiburan, dan wisata terpadu. Sebagian orang Jakarta mungkin pacarannya di Ancol," ucap Ciputra.

Hal ini pula yang kelak dilakukan Ciputra di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, melalui CitraLand City Losari.

Ciputra melalui tentakel PT Ciputra Surya Tbk menggandeng PT Yasmin Bumi Asri membentuk KSO Ciputra Yasmin untuk merealisasikan megaproyek senilai Rp 3,5 triliun tersebut.

"Kami akan melakukan reklamasi seluas 106,41 hektar dari total area pengembangan Center Point of Indonesia 157,23 hektar. Seluas 50,47 hektar di antaranya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan," papar Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk Harun Hajadi.

"Kami punya empat proyek di sana. Setiap tahun penjualannya selalu meningkat, Rp 1 triliun, Rp 1,5 triliun," ungkap Ciputra. 

Putra mahkota

Ciputra menyadari bahwa usianya tidak muda lagi. Gestur tubuhnya tidak gesit lagi, tetapi dia tak pernah berhenti memproduksi ide-ide dan pandangannya ke depan tentang properti.

Oleh karena itu, Ciputra telah mempersiapkan organisasi, capacity building, dan personal-personal muda yang mumpuni di bidangnya, termasuk putra-putri dan cucu-cucunya.

"Tantangan sektor properti Indonesia saat ini semakin kompleks. Bahkan, tingkat kesulitannya lebih tinggi dibanding saat saya memulai dulu. Semakin banyak pesaing, baik dari dalam negeri maupun asing, berbagai regulasi baru, tren baru, dan masalah kelangkaan lahan," ujar dia.

Rina, Junita, Candra, dan Cakra sebagai anak kandung maupun Budiarsa dan Harun sebagai menantu telah menorehkan prestasi melalui peran masing-masing.

Karena itulah, menurut Ciputra, sudah sejak lama dia membagi-bagi porsi peran mereka menjadi tiga pilar utama dalam bentuk "sub-holding 1, 2, dan 3" di bawah bendera Ciputra Group.

"Sub-holding 1 merupakan tanggung jawab Rina dan Budiarsa, sub-holding 2 porsinya Harun dan Junita, serta sub-holding 3 buat Candra dan Cakra," papar Ciputra.

Namun, sebelum sampai pada alokasi peran dan tugas tersebut, Ciputra sebelumnya telah mempersiapkan pendidikan moral, teknik dan keterampilan, serta menanamkan jiwa kewirausahaan.

Tanpa pendidikan moral sebagai ruh utama dari seorang manusia, kata Ciputra, pasti akan ditelan peradaban.

"Karena itu, saya mengutamakan moral. Bisnis harus jujur. Kalau dia pintar, sekolah di luar negeri tapi tidak jujur, dia tidak akan bisa bertahan lama," tuturnya.

https://properti.kompas.com/read/2019/11/27/085503121/ciputra-moral-bisnis-dan-sejumlah-mahakarya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke