Naming rights adalah bentuk transaksi iklan yang memungkinkan perusahaan atau entitas lain membeli hak untuk menyebutkan fasilitas untuk jangka waktu tertentu.
Saat ini, ada lima stasiun MRT Jakarta yang telah dibeli naming rights-nya oleh lima perusahaan berbeda.
Kelimanya adalah Stasiun Dukuh Atas yang menjadi haknya PT Bank BNI (Persero) Tbk, Stasiun Istora yang dikuasai PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Stasiun Setiabudi yang diokupasi PT Astra International Tbk, Stasiun Blok M yang "dimiliki" namanya oleh PT Bank BCA Tbk, dan Stasiun Lebak Bulus oleh Grab Indonesia.
Durasi kepemilikan nama fasilitas stasiun ini maksimal lima tahun, sesuai kontrak yang ditandangani oleh kedua pihak, PT MRT Jakarta dan perusahaan pembeli naming rights.
Dari kelimanya, mana yang paling mahal?
Seperti sudah disinggung pada awal tulisan, "makin sering disebut namanya, makin mahal harganya", maka Stasiun Lebak Bulus adalah paling tinggi nilai transaksinya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat mengungkapkan nilai naming rights yang dibayar oleh PT Grab Indonesia sebesar Rp 33 miliar.
"Makanya sering disebut kan. Stasiun Lebak Bulus Grab disebut sejak awal perjalanan, baik dari titik Stasiun Bunderan HI menuju Lebak Bulus, maupun dari Lebak Bulus menuju Bunderan HI," kata Tuhiyat saat MRT Jakarta Fellowship Program di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Sementara nilai kepemilikan nama stasiun lainnya berkisar antara Rp 3 miliar, Rp 4 miliar, hingga Rp 5 miliar.
Namun demikian, Stasiun Lebak Bulus bukanlah yang termahal nilai naming rights-nya di antara total 13 stasiun sepanjang Koridor South-North.
Menurut Tuhiyat, nilai naming rights termahal ada di Stasiun Bunderan HI. Hal ini karena kaasan Bunderan HI merupakan alamat nomor satu Jakarta, elite, dikelilingi pusat bisnis dan perkantoran, pusat komersial, bernilai historis tinggi, dan representasi Jakarta.
Hingga kini, hak kepemilikan nama Stasiun Bunderan HI belum ditawarkan kepada publik, alias masih disimpan PT MRT Jakarta.
"Kami masih menunggu penawaran paling tinggi," imbuh Tuhiyat.
Penjualan hak penamaan ini merupakan salah satu upaya menggenjot pendapatan PT MRT Jakarta di luar tiket (farebox).
Bentuk transaksi non farebox lainnya adalah iklan, penyewaan ruang ritel, dan telekomunikasi.
Hingga Oktober 2019, pendapatan non farebox telah berkontribusi sebesar Rp 225 miliar, sementara pendapatan farebox sekitar Rp 180 miliar.
https://properti.kompas.com/read/2019/11/20/121859021/disebut-berulang-ulang-berapa-harga-naming-rights-lebak-bulus-grab