Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kendaraan dengan Muatan Berlebih, Sumber Masalah di Jalan

Sayangnya, kinerja infrastruktur logistik masih rendah. Menurut World Bank (2018), posisi Indonesia pada Logistik Performance Index (LPI) ada di urutan ke 54. Sementara peringkat Malaysia urutan ke-40, Thailand 41, Vietnam 47 dan Filipina 67.

Biaya logistik pun masih tinggi (persentase terhadap PDB). Untuk Indonesia masih 24 persen, sementara Singapura 8 persen, Malaysia 13 persen, China 15 pesen, Jepang 9 persen, Korea Selatan 9 persen, India 13 persen, Eropa 9 persen, dan Amerika Serikat 8 persen.

Angkutan barang masih mendominasi penggunaan prasarana jalan, yakni sebesar 75,3 persen. Sementara barang yang diangkut melalui jalan rel 0,25 persen, laut 24,2 persen dan udara 1,1 persen.

Kajian yang dilakukan oleh Pandu Yunianto, Direktur Lalu Lintas Ditjenhubdat (September 2019), dalam hal peraturan perundangan, peraturan mengenai ukuran panjang maksimal beserta konfigurasi sumbu mobil barang di Indonesia perlu dievaluasi.

Ketentuan pidana tidak hanya dikenakan kepada pengemudi mobil barang tetapi juga kepada pemilik kendaraan. Pasal 307 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan perlu diamandemen dan disesuaikan, yaitu pada kalimat “Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang” direvisi menjadi “Kendaraan Bermotor Angkutan Barang” saja.

Jadi, ketentuan pidana dapat dikenakan baik terhadap kendaraan barang umum maupun perseorangan. Besaran denda diusulkan dihitung pada nilai maksimal, dengan prinsip membebankan nilai kerugian per kilometer untuk tiap ton lebih muatan dan nilai denda dihitung secara akumulasi.

Perlu direvisi juga ketentuan mengenai kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yaitu harus didampingi petugas Polri dalam melaksanakan pengawasan muatan angkutan barang di jalan.

Di samping itu, dalam hal sistem pengawasan, mengkaji ulang lokasi Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) secara komprehensif sesuai dengan dengan perkembangan jaringan jalan sehingga seluruh mobil barang dapat tersaring oleh UPPKB.

Layout UPPKB yang ada saat ini sudah tidak relevan sehingga perlu ditinjau ulang, agar mampu mendukung proses penindakan pelanggaran.

Kondisi fasilitas dan peralatan penimbangan di UPPKB perlu renovasi dan penggantian, sehingga dapat mendukung pengawasan muatan seiring dengan pertumbuhan volume lalu lintas mobil barang.

Untuk kasus pelanggaran kelebihan muatan, maka kendaraan dilarang melanjutkan perjalanan dan diberlakukan tindakan kepada pengangkut atau pemilik barang untuk wajib memindahkan kelebihan muatan ke kendaraan lain dan tidak boleh diturunkan di area UPPKB.

Sumber Daya Manusia UPPKB perlu ditingkatkan kualitas pelaksanaan tugasnya dengan memiliki kompetensi di bidang tugasnya. Diperlukan perangkat Teknologi Informasi yang mendukung di setiap UPPKB, sehingga sistem pendataan dan pemantaun kinerja UPPKB dapat diwujudkan

Peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang berlaku saat ini masih terdapat beberapa kelemahan, sehingga berdampak kepada maraknya pelanggaran muatan angkutan barang di jalan.

Pengawasan muatan angkutan barang melalui UPPKB dinilai kurang efektif karena kondisi UPPKB yang ada saat ini, sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor dan perkembangan lalu lintas dan angkutan jalan.

Pelanggaran muatan angkutan barang (muatan lebih) berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan serta fasilitas pelabuhan penyeberangan, sehingga kinerja keselamatan dan kelancaran lalu lintas menurun, biaya operasi kendaraan meningkat dan pada akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik nasional.

Tahun 2017 (September-November), Ditjen Perhubungan Darat menyelenggarkan survei muatan lebih di 7 UPPKB (Widodaren, Widang, Wanareja, Losarang, Semadan, Senawar dan Sarolangun) yang berada di Jawa dan Sumatera.

Hasilnya, komoditas pupuk, semen, pasir, sawit, kayu, besi, karet diangkut dengan muatan lebih. BUMN yang melanggar batas muatan lebih itu adalah PT Semen Gresik, PT Petrokimia Gresik, PT Semen Indonesia, PT Semen Padang.

Padahal sudah ada himbauan tertulis dari Kemenhub ke BUMN tersebut dan Menteri BUMN supaya patuh aturan yang berlaku. Namun hingga kini belum ditaati, karena belum ada larangan tertulis dari Menteri BUMN.

Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Aturan ini, dapat digunakan untuk menangkal muatan lebih di jalan bekerjasama dengan kepolisian yang punya wewenang menindak pelanggaran atau tilang di jalan raya.

Pasal 3 ayat 4, menetapkan batas kecepatan paling rendah 60 kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan. Ruas Tol Surabaya-Mojokerto sudah menerapkan aturan ini. Dan hasilnya cukup bagus, mengurangi angka kecelakaan. Seharusnya bisa diselenggarakan di semua ruas tol.

Pengguna jalan tol sudah membayar, mestinya harus mendapat jaminan keselamatan dari operator jalan tol. Polisi punya kewenangan untuk menegakkan aturan di jalan raya.

Namun, pada kenyataannya di beberapa ruas jalan, masih terjadi perlawanan dari pengemudi terhadap aparat penegak hukum. Dengan kasat mata, hingga kini kendaraan muatan lebih itu masih bersliweran di jalan umum. Polisi harus lebih agresif lagi menindak, sehingga korban kekonyolan muatan lebih tidak makin bertambah.

Pada era digital, bisa dimanfaatkan perangkat itu untuk menggantikan peran petugas yang harus bekerja 24 jam sehari. Kerja efektif dan efisien diperlukan supaya kecelakaan akibat muatan lebih bisa ditekan.

https://properti.kompas.com/read/2019/10/29/200000421/kendaraan-dengan-muatan-berlebih-sumber-masalah-di-jalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke