Meski alasan Anies adalah keberpihakan, namun rencana ini dinilai berpotensi melanggar aturan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 3/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, menyebutkan enam syarat pemanfaatan trotoar bagi kegiatan usaha kecil formal (KUKF).
"Yang utama lebarnya (trotoar) dan PKL tidak boleh tetap (permanen). Dia harus mobile, sementara," tegas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di kantornya, Senin (16/9/2019).
Dalam beleid tersebut, diatur jarak bangunan ke area pedagang adalah 1,5-2,5 meter agar tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.
Kemudian, jalur pejalan kaki memiliki lebar minimal 5 meter, sementara area yang digunakan untuk berjualan memiliki lebar maksimal 3 meter.
Perbandingan antara lebar jalur pejalan kaki dan lebar area berdagang 1:1,5.
Selanjutnya, terdapat organisasi/lembaga yang mengelola keberadaan KUKF.
Keempat, terdapat pembagian waktu penggunaan jalur pejalan kaki untuk jenis KUKF tertentu diperkenankan di luar waktu aktif gedung/bangunan di depannya.
Berikutnya, dapat menggunakan lahan privat. PKL tidak diperkenan berada di sisi jalan arteri baik primer maupun sekunder dan kolektor primer dan atau tidak berada di sisi ruas jalan dengan kecepatan kendaraan tinggi.
"Jadi, boleh jam tertentu, setiap hari, tapi enggak boleh menetap sampai tahunan. Gak boleh permanen," tuntas Basuki.
https://properti.kompas.com/read/2019/09/16/183000421/6-hal-ini-batasi-pkl-berjualan-di-trotoar