Selama ini, mereka merasa tidak diperhatikan pemerintah, dan menganggap terlalu memprioritaskan kontraktor BUMN Karya.
Akibatnya, banyak kontraktor kalah saing, dan memilih menutup "lapak", karena tak mendapat jatah kue proyek pembangunan infrastruktur.
Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Dandung Sri Harninto, jumlah kontraktor swasta menyusut hanya dalam kurun empat tahun, sejak 2014 hingga 2018.
Dandung menengarai hal ini disebabkan sebagian besar proyek infrastruktur 2015-2019 dipegang kontraktor pelat merah.
"Sebanyak 85 persen (proyek infrastruktur) itu diambil perusahaan skala besar. Ini PR besar. Artinya pemerintah membesarkan yang sudah besar, akhirnya yang kecil terus menjadi kecil dan lama-lama hilang," kata Dandung di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Data Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), tercatat sekitar 80.000 kontraktor yang tergabung di dalam asosiasi.
Namun yang masih aktif saat ini hanya 43.000 kontraktor. Ini artinya, 37.000 kontraktir vakum tak melakukan kegiatan konstruksi apa pun.
Sulitnya kontraktor swasta berpartisipasi menggarap proyek infrastruktur pemerintah, juga tidak terlepas dari kemampuan pendanaan mereka yang terbatas.
Sementara pada saat yang sama, tidak banyak proyek infrastruktur yang dapat mereka kerjakan karena telah digarap oleh kontraktor BUMN.
"Ini karena lebih banyak uangnya ditaruh di BUMN, ya sulit untuk kita berkembang. Karena tadi, hampir 85 persen kuenya dikasih ke teman-teman BUMN. Kalau hanya 15 persen swasta mau spending gimana lagi," keluh Dandung.
"Kami berharap lima tahun ke depan dengan adanya rencana pemindahan ibu kota baru seharusnya ada rembugan supaya teman-teman swasta berkontribusi lebih sehingga ada pemerataan," imbuh Dandung.
https://properti.kompas.com/read/2019/09/11/170000421/proyek-infrastruktur-dikuasai-bumn-kontraktor-swasta-gulung-tikar