Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aturan Baru Soal PPJB Dinilai Kurang Adil

Namun, beleid yang termaktub dalam Peraturan Menteri PUPR nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem PPJB itu dinilai kurang memberikan rasa keadilan. 

"Ada pengaturan mengenai keterlambatan pengembalian pembayaran oleh pengembang kepada pembeli, tapi tidak ada ketentuan denda jika pembeli terlambat bayar. Hal ini tidak ada ail untuk pengembang," kata analis hukum pertanahan dan properti Eddy Leks kepada Kompas.com, pekan lalu.

Setidaknya, ada dua hal yang diatur dalam beleid baru tersebut yakni tentang pemasaran dan PPJB. Aturan sanksi pada saat pemasaran diatur pada Pasal 9. 

Dalam pasal itu disebutkan calon pembeli dapat membatalkan pembelian rumah tunggal, rumah deret atau rumah susun bila pengembang lalai memenuhi jadwal pelaksanaan pembangunan dan atau penandatanganan PPJB dan akta jual beli.

Kemudian, apabila calon pembeli membatalkan pembelian, seluruh pembayaran yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada calon pembeli.

Sementara, bila pembatalan pembelian pada saat pemasaran bukan disebabkan kelalaian pengembang, maka pengembang mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10 persen dari pembayaran yang telah diterima ditambah atas biaya pajak yang telah diperhitungkan.

Sedangkan dalam ayat (6) disebutkan 'Dalam hal pengembalian pembayaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak terlaksana, pelaku pembangunan dikenakan denda sebesar 1‰ (satu per-mil) per-hari kalender keterlambatan pengembalian dihitung dari jumlah pembayaran yang harus dikembalikan'.

Adapun Pasal 13 mengatur mekanisme sanksi bila pembatalan dilakukan setelah PPJB, yakni pembeli dapat menerima seluruh uang yang telah dibayarkan bila terjadi kelalaian yang dilakukan pengembang. 

Bila kelalaian dilakukan pembeli dan mereka meminta pengembalian, maka pengembang tidak perlu mengembalikan uang yang telah disetorkan bila besaran uang yang diserahkan baru mencapai 10 persen. 

Namun, jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10 persen dari harga transaksi, pelaku pengembang berhak memotong 10 persen dari harga transaksi.

Eddy menambahkan, materi muatan PPJB wajib mengatur waktu serah terima bangunan dengan melengkapi berita acara serah terima (BAST) dan akta jual beli atau sertifikat hak milik/sertifikat hak milik sarusun/sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun.

"Apakah pemerintah bermaksud bahwa sebelum serah terima sudah dilaksanakan AJB? Hal ini sangat aneh karena UU Rusun dan uraian muatan PPJB di dalam Permen PPJB bahkan tidak mengatur mengenai kapan atau limitasi AJB harus dilaksanakan," tutur Eddy. 

Hal ini juga berarti ketika pengembang menetapkan jadwal serah terima, maka itu juga berarti suatu jadwal dimana AJB telah dilaksanakan secara tuntas.

"Pertanyaan yang lain, bagaimana jika pembeli tidak mau melaksanakan AJB? Apakah pengembang demikian tidak bisa menyerahkan unit yang telah siap diserahterimakan?" imbuh dia.

https://properti.kompas.com/read/2019/08/19/145711521/aturan-baru-soal-ppjb-dinilai-kurang-adil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke