KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS.com - Sedikitnya ditemukan 23 titik penanda (ikat) milik Badan Informasi Geospasial (BIG) RI terpasang di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Penemuan titik ikat tersebut menimbulkan pertanyaan sejumlah pihak. Terlebih, Bukit Soeharto sempat disebut sebagai salah satu kandidat lokasi ibu kota negara baru, yang dikunjungi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2019 lalu.
Titik ikat sendiri berfungsi sebagai penentu koordinat wilayah dan ruang, yang mencakup aspek lokasi, letak, dan posisi suatu objek dan kejadian yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
Dengan titik tersebut, nantinya akan diambil foto udara untuk memetakan suatu kawasan.
Dari hasil penelusuran di wilayah Samboja, tepatnya di Bukit Merdeka, ditemukan sebuah titik ikat berupa tanda silang berwarna jingga bertuliskan 'Badan Geospasial RI' dan 'Jangan Dirusak Juni-Juli 2019'. Selain itu, ada pula tulisan 'Untuk Pemotretan Udara dan Lidar wilayah Kukar, Kaltim 2019'.
Sekretaris Kelurahan Bukit Merdeka, Antonius K Pallaka mengaku, hingga kini belum ada laporan yang masuk terkait pemasangan titik ikat tersebut.
"Belum ada laporan kalau ada dipasang patok di beberapa tempat," kata Antonius seperti dilansir dari Tribunnews.com, Senin (5/8/2019).
Kabar pemasangan titik ikat itu, sebut Ketua LPM Kelurahan Bukit Merdeka, Irfan, sempat menghebohkan masyarakat. Sebab, keberadaannya muncul tanpa diketahui kapan dan siapa pemasangnya.
"Ada tiga titik penanda ditemukan warga, yakni di Km 48, RT 5, Bukit Merdeka ini, dan wilayah Batu Dinding. Tiga patok itu satu wilayah Kelurahan Bukit Merdeka," kata Irfan.
Namun, menurut Kepala Unit Pelasana Teknis Daerah (UPTD) Tahura Bukit Soeharto, Rusmadi, pemasangan titik ikat tersebut telah dilakukan sejak sebelum bulan suci Ramadhan lalu, atau beberapa saat setelah kunjungan Presiden.
"Sudah lama dipasangnya itu. Pemasangan dilaksanakan sebelum Ramadan. Kepentingannya, sebagai tanda untuk pengambilan foto udara untuk pemetaan," ungkap Rusmadi.
Selain dipasang di Tahura Bukit Soeharto, titik ikat juga dipasang di daerah Kutai Barat. Meski demikian, ia mengaku, tidak mengetahui apakah pemasangan titik ikat ini berkaitan dengan rencana pemindahan ibu kota atau tidak.
"Namun informasi yang kami dapatkan, kegiatan ini memang rutin dilakukan BIG untuk melakukan foto udara untuk kepentingan pemetaan," ucapnya.
Sebelum mengizinkan masuk ke Tahura Bukit Soeharto, tim BIG juga mengantongi persetujuan dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
Ditanyakan soal waktu pelaksanaan pemotretan udara, Rusmadi mengungkapkan, izin yang dimohonkan BIG pusat selama tiga bulan. Hingga kini, kemungkinan kegiatan tersebut masih berjalan.
Terpisah, Kepala Bappeda Kaltim Zairin Zain mengungkapkan, pemasangan titik ikat kemungkinan besar untuk melihat titik survei kesesuaian lahan dan daerah di luar tutupan batu bara.
Zairin membenarkan bahwa kegiatan ini dilakukan oleh tim BIG pusat.
"Ini juga merupakan sebuah rangkaian kegiatan dalam rangka memberikan informasi akurat soal luasan lahan di Tahura Bukit Soeharto yang rencananya akan dijadikan lokasi perpindahan pusat pemerintahan. Potret udara itu nantinya, akan menghasilkan sebuah peta," jelas Zairin.
Tujuannya, untuk melihat lagi kesesuaian data yang sudah diserahkan kepada pemerintah pusat apakah sudah sesuai atau belum.
"Kita juga menyampaikan luasan lahan yang masuk area perusahaan tambang batu bara, pemukiman, pertanian dan perkebunan. Apakah itu ada di area tahura maupun di luar," ujarnya.
Isu pergerakan harga
Presiden Jokowi pada saat melakukan kunjungan kerja ke kawasan Danau Toba, Sumatera Utara menyampaikan, keputusan tentang lokasi ibu kota baru akan diumumkan pada Agustus 2019.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono yang menyebut, informasi pemindahan akan diumumkan pada pertengahan bulan Agustus.
Antonius yang mendapat informasi tersebut, berharap agar rencana pemindahan ibu kota negara baru benar-benar direalisasikan di Kalimantan Timur.
"Kita masih menunggu kepastian di mana sebenarnya letak ibu kota ini. Kalau memang di Kaltim, kami bersyukur sekali," kata Antonius.
Meski demikian, belum banyak warga yang mengetahui rencana pemindahan ibu kota ini. Warga pun masih menjalankan aktivitas sehari-harinya seperti biasa.
Meski sempat muncul desas-desus kenaikan harga lahan, Antonius memastikan, harga lahan di kawasan Bukit Merdeka masih normal.
"Belum ada kejadian harga tanah naik. Tapi kabar dari mulut ke mulut sih sudah saya dengar kabar kalau harga tanah mulai naik," kata dia.
Ketua Karang Taruna Kelurahan Bukit Merdeka Kamaruddin mendukung, rencana pemindahan ibu kota negara ke wilayah Samboja. Sebab, hal ini dapat mendatangkan peluang kerja terutama bagi pemuda di wilayah ini.
Selain itu, kata Kamaruddin, dengan dijadikannya Samboja sebagai ibu kota RI, pemerintah dapat memanfaatkan lokasi eks tambang agar dapat berguna.
"Di sini banyak eks tambang, mulai 2008 tambang memang sudah beroperasi di sini," ujarnya.
Adapun Ketua Kelompok Tani Jaya Mandiri, Fendi mengungkapkan, pemerintah harus memberi solusi terbaik atas lahan yang dimiliki petani.
Menurut dia, penggantian lahan harus dapat menguntungkan semua pihak. Apalagi, saat ini sudah mulai memasuki masa cocok tanam.
"Kalau di sini jadi ibu kota, lahan petani mau dikemana kan? Pemerintah harus pikirkan itu juga. Di mana lagi kita mau bertani," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com pada Kamis (1/8/2019), dengan judul "Patok Geospasial di Bukit Soeharto Kagetkan Warga, Diduga Penanda Lokasi Pemotretan Udara Lokasi Ibu Kota".
https://properti.kompas.com/read/2019/08/05/152837721/ada-23-penanda-geospasial-ibu-kota-pindah-ke-kaltim