Berbagai kegiatan bersifat meeting, incentives, convention, and exhibition (MICE) skala nasional dan internasional kerap diadakan di kota dengan ikon Jembatan Ampera ini.
Contohnya Seminar Kebangsaan tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh IKA-UNSRI, workshop tentang Kebudayaan, Permuseuman, Kepariwisataan dan kegiatan MICE yang lain yang dilaksanakan oleh Dinas Instansi dan BUMN/BUMD.
Kegiatan MICE ini berdampak pada jumlah kunjungan wisatawan yang mencapai 2,1 juta orang pada tahun 2018. Jumlah ini meningkat 10-15 persen dibandingkan tahun 2017 lalu yang hanya 1,9 juta wisatawan.
Capaian ini membuat Palembang meraih penghargaan The Most Emerging In Indonesia dari Kementrian Pariwisata (Kemenpar) pada 10 April 2019, dengan menyisihkan tiga kandidat kota lainnya, yaitu Balikpapan, Manado dan Batam.
Sebelumnya, Palembang dan Sumatera Selatan juga diganjar sebagai yang terbaik dalam Indonesia Attractiveness Award 2018. Penghargaan ini untuk tingkat investasi, jumlah infrastruktur, pelayanan publik, dan pariwisata.
Bicara investasi, per Januari-Maret 2019, Sumatera Selatan telah meraup Rp 4,67 triliun realisasi investasi untuk 332 proyek dengan rincian Rp 72,3 miliar investasi asing di 153 proyek, dan Rp 4,6 triliun investasi dalam negeri di 179 proyek.
Potensial
Dari sisi perekonomian, Sumatera Selatan mencatat pertumbuhan 5,68 persen pada triwulan I-2019 secara year on year.
Meskipun angka ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,07 persen, namun menurut Bank Indonesia, kinerja ini berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat pada level 5,07 persen.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Regional Sumatera sebesar 4,55 persen.
Tak mengherankan bila BI memperkirakan perekonomian Sumatera Selatan pada tahun 2019 masih positif walaupun melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan proses pemulihan ekonomi global meski dengan tekanan risiko yang meningkat serta pasar komoditas yang bergerak ekspansif akan menjadi penggerak utama ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2019.
Dalam pandangan pelaku bisnis dan industri properti, Palembang dan Sumatera Selatan sebagai wilayah potensial dengan sumber daya dan demografi yang menjanjikan, punya peluang besar untuk tampil ke muka.
Dengan berbagai pembangunan infrastruktur tersebut, Project Director Citra Grand City Palembang Gunadi Wirawan menyatakan optimismenya.
"Tetap optimistis, dan seharusnya bagus ke depannya," kata Gunadi kepada Kompas.com, Sabtu (3/8/2019).
Dukungan belum maksimal
Hanya, sambung dia, pada Semester I-2109 properti dan berbagai sektor lain memang sedang melambat.
Tak cuma karena panjangnya durasi kampanye dan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden yang memengaurhi perlambatan dan penundaan ekspansi bisnis, juga daya beli menurun.
"Ini jelas terlihat," imbuh Gunadi.
Sementara, menurut CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono, seharusnya Palembang bisa mengimbangi Medan.
"Palembang yang paling menonjol tentunya sudah ada LRT. Bahkan lebih dahulu beroperasi dibanding Jakarta," cetus Hendra.
Dia melanjutkan, seharusnya pula dengan kehadiran LRT ini, pemerintah daerah setempat bisa membacanya sebagai oportuniti untuk menarik investor lebih banyak lagi.
Mereka bisa merancang kawasan-kawasan berbasis transit oriented development (TOD) dengan memanfaatkan lahan-lahan di sekitar stasiun LRT atau yang dekat dengan LRT.
Ini adalah pemantik agar Palembang bisa berlari lebih kencang. Selain harga tanah masih kompetitif, ketersediaannya juga masih luas.
Pengembang dan investor properti akan melihat ini dalam menyusun rencana ekspansi mereka.
Hal senada dikatakan Direktur Terrakon Property Nata Susanto. Bahwa pemerintah daerah, baik Pemprov Sumatera Selatan, maupun Pemerintah Kota Palembang harus punya inisiasi cepat yang visioner.
"Pemerintah pusat sudah menyediakan infrastruktur yang demikian masif. Harusnya daerah juga mengimbanginya dengan pengembangan destiansi-destinasi baru bisa wisata atau sektor lain dalam parsel-parsel yang ramah investasi," terang Nata kepada Kompas.com, Kamis (1/8/2019).
Harapan
Sayangnya, kata Gunadi, hingga saat ini belum hadir kebijakan atau policy yang dapat menstimulasi pemulihan.
Sebaliknya, pemerintah daerah justru memberlakukan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berlipat-lipat. Kenaikan ini membuat sektor properti tercekat.
Nata menimpali, pemerintah daerah hanya mengandalkan yang sudah ada. Mereka belum dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang linear dengan rencana dan yang sudah dikerjakan pemerintah pusat.
"Terutama di Palembang Timur atau Ulu. Harusnya ada cetak biru yang mencakup semuanya. Mulai dari area wisata, pemerintaha, perumahan, hingga komersial. Karena kawasan ini terhubung langsung dengan Tol Trans-Sumatera," jelas Nata.
Optimisme ini mendorong keyakinan Nata dan beberapa rekan seprofesinya untuk terus menawarkan produk hunian yang dibutuhkan masyarakat.
Menurut Ketua DPD REI Sumatera Selatan Bagus Pranajaya Salim, kebutuhan masyarakat akan hunian untuk tahun ini mencapai 510.000 unit. Bagus mengutip data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Sementara menurut Dinas Perumahan dan Permukiman Sumsel, kebutuhannya mencapai 380.000 unit," kata Bagus.
Sedangkan yang dapat dipenuhi oleh anggota DPD REI Sumsel sebanyak 12.000 hingga 13.000 unit, dengan komposisi 92 persen rumah subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan 8 persen rumah komersial.
Backlog ini, sambung Bagus, harus dipandang sebagai peluang besar. Terlebih, kebutuhan rumah akan terus bertambah setiap tahun seiring meningkatnya populasi yang menimbulkan konsekuensi kenaikan kebutuhan rumah.
"Karena itu, kita memilih bertahan dulu, dan semoga Semester II segera membaik," timpal Gunadi.
https://properti.kompas.com/read/2019/08/03/183053521/seharusnya-palembang-mampu-imbangi-medan