JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah tenaga kerja konstruksi yang telah tersertifikasi masih rendah. Hal ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah serta lembaga pegiat konstruksi.
Dalam catatan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), saat ini jumlah tenaga kerja konstruksi yang telah tersertifikasi baru mencapai 512.000 orang. Padahal, jumlah total tenaga kerja konstruksi mencapai 5,3 juta orang.
Tahun ini, LPJK dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan 512.000 tenaga kerja konstruksi kembali tersertifikasi. Dengan tambahan ini, total pekerja tersertifikasi menembus lebih dari 1 juta orang.
"Target ini 300.000 dari LPJK, 212.000 orang pekerjaannya Pak Syarif (Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR)," kata Ketua LPJK Ruslan Rivai menjawab Kompas.com, Senin (15/7/2019).
Menurut Ruslan, sertifikasi bukan sekadar bukti bahwa tenaga kerja tersebut mampu atau berkompeten sesuai dengan keahliannya masing-masing. Sertifikat juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan standar minimum pengupahan yang diterima tenaga kerja.
Hingga pertengahan tahun ini, Ruslan mengaku, baru puluhan ribu tenaga kerja konstruksi yang telah tersertifikasi dari target 300.000 yang menjadi tugas LPJK. Namun, ia enggan, menyebut jumlah pastinya.
Namun, Ruslan optimistis target yang ditentukan dapat tercapai. Salah satunya dengan cara menghidupkan kembali sertifikat yang telah mati.
Untuk diketahui, masa berlaku setiap sertifikat hanya tiga tahun. Setelah itu tenaga kerja konstruksi dapat memperpanjang kembali.
"Yang mati itu ada sekitar 150.000-an," ucapnya.
Untuk memperpanjang sertifikat, imbuh dia, pekerja konstruksi tak perlu datang jauh-jauh ke kota. Cukup dengan mengajukan dokumen yang diperlukan secara daring melalui situs resmi LPJK, setelah itu tinggal mengikuti prosedur yang berlaku.
"Nantinya, kita akan perpanjang masa berlaku sertifikat ini. Mungkin sampai 5 tahun," ucap Ruslan.
https://properti.kompas.com/read/2019/07/16/090000121/lpjkn-targetkan-512.000-tenaga-kerja-tersertifikasi-tahun-ini