JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan jumlah pemudik dari tahun ke tahun tak akan bisa dihindari pemerintah.
Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan perjalanan ke kampung halaman.
Tak heran, meski sejumlah infrastruktur dibangun untuk menunjang kenyamanan arus mudik dan balik, kemacetan baik di jalan tol maupun jalan arteri masih tetap saja terjadi.
Sekalipun, sejumlah upaya strategis dilakukan untuk mengatasinya, seperti contra flow, one way, hingga pemberian diskon tarif tol.
Menurut pengamat transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kemacetan serupa terjadi pada tahun depan.
Pertama, menghapus keberadaan gerbang tol (GT) utama yang menjadi barrier di dalam ruas, seperti Cikampek Utama, Kalihurip Utama, Kalikangkung, Banyumanik, dan Mojokerto.
Sebagai gantinya, transaksi pembayaran cukup dilakukan di GT yang menjadi tujuan pemudik yang ada di sekitar jalan tol.
"Memang, konsekuensinya kalau sudah begitu (tarif) tol untuk jarak pendek menjadi lebih mahal. Tapi kalau bilang mahal, tol itu kan (konsepnya) untuk perjalanan jarak jauh," kata Djoko kepada Kompas.com, Senin (10/6/2019).
Kedua, jumlah rest area perlu ditambah. Namun dalam hal ini, penambahannya jangan hanya menjadi tugas badan usaha jalan tol (BUJT) selaku pengelola ruas.
Pemerintah pusat dan BUJT perlu menggandeng pemerintah daerah dalam menyediakan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai rest area.
Lahan tersebut dapat berada di luar ruas tol itu sendiri. Sehingga, masyarakat yang kelelahan dapat keluar sejenak untuk beristirahat, dan kemudian melanjutkan perjalanan kembali setelah selesai.
Kondisi tersebut, kata Djoko, telah dilakukan seperti di wilayah Salatiga. Pemda setempat menyediakan sebuah lahan yang dilengkapi dengan tempat makan dan SPBU. Hal serupa juga telah terjadi di sekitar Pejagan.
Namun sayangnya, bentuk tempat istirahat tersebut masih berupa tempat makan dengan fasilitas parkir yang minim.
"Kalau dibebankan ke BUJT semua, kasihan BUJT. Karena mereka harus merawat rest area itu lama, sedangkan ramainya cuma dua minggu," kata dia.
Sementara itu, sejumlah strategi seperti contra flow dan one way, juga masih dapat diterapkan untuk musim mudik tahun depan. Namun sebagai tambahan, ia mengusulkan, sistem ganjil genap juga diterapkan saat mudik.
Menurut dia, penerapan ganjil genap akan cukup efektif untuk mengurangi sekaligus mendistribusi kepadatan volume kendaraan di jalan tol.
Meski demikian, sosialisasi penerapan ganjil genap ini perlu dilakukan jauh-jauh hari agar masyarakat tidak kaget dengan wacana kebijakan ini.
Di samping itu, ia melanjutkan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), juga perlu dilibatkan secara aktif dalam pembahasan rencana arus mudik dan balik.
Menurut dia, kemacetan yang terjadi saat mudik tahun ini, tidak terlepas dari tidak berimbangnya jumlah hari libur saat arus mudik dan balik lebaran.
Seperti diketahui, jumlah libur sebelum lebaran mencapai enam hari, sedangkan saat arus balik hanya tiga hari.
Padahal, jumlah kendaraan yang melakukan perjalanan ke kampung halaman sama. Itu artinya, pemudik hanya memiliki waktu yang lebih singkat untuk melakukan perjalanan pada saat arus balik ke kota asal.
Dengan volume perjalanan yang meningkat akibat singkatnya waktu libur saat arus balik, tak heran bila kemacetan di jalan tol akan terjadi sekalipun sejumlah strategi untuk memecah kemacetan dilakukan.
"Tahun depan, Kemenpan perlu masuk tim mudik," tuntas Djoko.
https://properti.kompas.com/read/2019/06/10/190000721/agar-mudik-tahun-depan-lebih-lancar-ini-saran-pengamat