Menurut Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Desi Arryani sistem satu arah yang berlaku kali ini terbilang baru. Sebab, pelaksanaannya sudah terjadwal sejak awal sehingga sejumlah skenario untuk mengantisipasi dampaknya pun telah diperhitungkan.
Berbeda dengan tahun lalu di mana one way diterapkan sebagai dampak setelah adanya kemacetan panjang terutama di pintu masuk rest area.
"Tahun lalu dan 2017 itu sebenarnya sudah pernah dilakukan karena macet panjang akibat rest area. Saat itu pemudik pindah jalur secara liar dan itu berbahaya," ucap Desi di Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Desi tak menampik, kasus Brexit atau Brebes Exit pada 2016 yang mengakibatkan sejumlah pemudik meninggal dunia turut membuat pemerintah mengambil langkah preventif guna mencegah hal itu terulang kembali.
Meskipun kondisi jalan tol berangsur lebih baik dibandingkan tiga tahun lalu, antisipasi tetap dibutuhkan untuk meminimalisir dampak lonjakan pemudik.
Apalagi diperkirakan tahun ini ada sekitar 1,4 juta pemudik yang akan meninggalkan Jakarta. Dengan harga tiket pesawat yang masih mahal dan telah tersambungnya jalan tol dari Merak sampai Probolinggo, rasa penasaran masyarakat untuk menjajal jalan berbayar ini kian besar.
"Kami melihat hal ini sebagai antisipasi. Jelas itu sangat deras seperti menggelontor. Sehingga nanti akan diterapkan berapa lama, itu akan didiskusikan oleh Korlantas Polri," kata dia.
Desi menambahkan, untuk menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat saat mudik, pihaknya akan memastikan keandalan setiap ruas tol. Mulai dari kesiapan rambu-rambu, marka jalan, hingga rubber strip.
Demikian halnya dengan kesiapan Tempat Istirahat dan Tempat Istirahat dengan Pelayanan (TI/TIP) yang akan digunakan sebagai tempat beristirahat pemudik di kala lelah.
https://properti.kompas.com/read/2019/05/25/114856321/dampak-one-way-mudik-belum-bisa-diprediksi