Di tengah popularitasnya, semakin banyak yang salah menafsirkan pengertian desain interior minimalis, terutama mengenai praktiknya yang hanya dapat diterapkan pada hunian berukuran kecil.
Padahal, desain interior minimalis terinspirasi dari sebuah aliran seni bernama minimalisme yang sama sekali tidak menjadikan ukuran sebagai dasar penerapannya.
Minimalisme dalam berbagai bidang, mulai dari seni rupa, arsitektur, dan desain lebih diadopsi sebagai prinsip ketimbang pencapaian visual.
Prinsip minimalisme mengedepankan penggunaan komponen esensial demi kepentingan estetika dan fungsi, terlepas dari seberapa luas dan kecil medium yang digunakan.
Ketika berbicara dari mana desain interior minimalis berasal, maka penelusuran pun dimulai melalui pemikiran dan karya yang mempengaruhi aliran minimalisme itu sendiri.
Desain interior minimalis merupakan aplikasi turunan yang berasal dari arsitektur minimalis. Di awal abad ke-20, arsitek asal Jerman, Ludwig Mies van der Rohe mempelopori penggunaan prinsip minimalis dalam bidang arsitektur.
Prinsip minimalis yang diterapkan banyak mengandung unsur-unsur dalam pergerakan seni De Stijl (1917), seperti penggunaan bentuk-bentuk geometris, yaitu berupa garis dan persegi panjang, dan warna-warna netral.
Selain itu, desain bangunan yang dirancang van der Rohe tak banyak menampilkan struktur rumit.
Ia kerap mengurangi bentuk dalam massa bangunan dan menggunakan material modern berbahan besi, semen, dan kaca.
Hal tersebut diterapkan demi memperoleh desain bangunan yang efisien, namun tetap fungsional dan tampil estetis.
Pengaruh prinsip minimalis dalam bidang arsitektur, interior, dan seni rupa pun semakin meluas dengan berlangsungnya pergerakan seni Bauhaus di Eropa pada tahun 1920.
Desain interior minimalis lantas semakin berkembang sampai ke pertengahan abad ke-20.
Istilah “less is more” yang menjadi jargon andalan minimalisme pun mulai dikenal secara luas. Tahun 1960-1970 menandai pergerakan minimalisme menguasai sektor kesenian di Eropa dan Amerika.
Lantas kesuksesan minimalisme membuatnya menjadi bagian dari prinsip berbudaya dan berkehidupan.
Minimalisme tidak hanya dapat diterapkan dalam berbagai bidang kesenian dan keilmuan praktis, namun juga aplikatif diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Cedric VanEenoo dari University of Technology Sydney menyebutkan minimalisme memberikan pengaruh kuat terhadap kesejahteraan diri seseorang.
Beberapa waktu lalu, serial bersih-bersih rumah yang dipandu oleh Marie Kondo sempat menarik banyak perhatian.
Metode KonMari yang diperkenalkan Kondo menekankan terhadap penggunaan barang yang paling dibutuhkan dan meninggalkan barang yang sudah tidak lagi memberikan nilai terhadap kehidupan.
Metode tersebut selaras dengan penerapan prinsip minimalisme. Kondo memang merujuk pada nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi Zen.
Atau seperti ma yang berarti kekosongan ruang, seijaku yang merujuk pada keheningan atau ketenangan dan wabi sabi yang menyatakan keindahan pada ketidaksempurnaan asalkan terdapat kecukupan.
Secara prinsip, filosofi inilah yang menjadi salah satu akar dari aliran minimalisme.
Perkembangan filosofi Zen pada tahun 1980 merupakan sebuah respon atas pertumbuhan penduduk yang melonjak secara drastis, sekaligus urbanisasi yang berlangsung secara masif di Jepang.
Lahan-lahan seketika dipadati perumahan dan gedung-gedung tinggi.
Belum lagi, perkembangan sektor industri dan teknologi juga kian mempercepat laju modernisasi.
Keseimbangan dan simplisitas yang ditawarkan filosofi Zen hadir sebagai solusi untuk mengatasi carut-marut kehidupan urban modern.
Nilai-nilai yang berusaha dicapai dari filosofi Zen seperti kenyamanan, ketahanan, dan harmonisasi memberikan pengaruh lebih kepada para desainer saat menerapkan desain interior minimalis.
https://properti.kompas.com/read/2019/05/25/090000221/asal-muasal-desain-interior-minimalis