JAKARTA, KOMPAS.com – Dalam beberapa pekan terakhir ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan lembaga pemerintah dengan tugas dan kewenangan menyangkut penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), menjadi perbincangan utama.
Perannya memang vital, menyangkut perencanaan dan pelaksanaan pemilu, menyeleksi partai-partai politik yang berhak sebagai peserta pemilu, menetapkan calon presiden dan wakil presiden, dan menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan.
Termasuk menetapkan hasil penghitungan suara pada 22 Mei 2019, sehingga diketahui para pemenang pemilu 2019.
Semua itu dilakukan demi merealisasikan visinya sebagai penyelenggara pemilu yang mandiri, profesional, dan berintegritas untuk terwujudnya pemilu yang luber dan jurdil.
Berbagai kegiatan tersebut dipusatkan di Gedung KPU yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Gedung KPU adalah saksi bisu perhelatan politik bangsa Indonesia. Namun, tak semua dari kita mengetahui, bahwa Gedung KPU merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih tegak berdiri hingga saat ini.
Bagaimana perjalanan panjang gedung ini?
Menurut laman Arsitektur Indonesia, pada awal didirikan, bangunan itu merupakan Gedung Pusat Perkebunan Negara (PPN).
Lembaga ini memiliki peranan penting pada zaman awal kemerdekaan Indonesia sebagai wadah persatuan sejumlah perusahaan perkebunan dan pertanian yang dinasionalisasikan dari perusahaan-perusahaan Belanda.
Ketika itu, sebagian besar pendapatan negara diperoleh dari ekspor hasil perkebunan. Jumlahnya jauh lebih besar dari bidang perminyakan.
“Saat itu industri perkebunan jadi unggulan di Indonesia. Menurut data Bank Indonesia, ekspornya lebih dari 50 persen. Kalau migas belum setinggi sekarang,” ujar arsitek Setiadi Sopandi kepada Kompas.com, Senin (29/4/2019).
Sebelum masuk tahap pembangunan, desain Gedung PPN dilakukan oleh biro teknik Ingenieurs-Bureau Ingenegeren-Vrijburg (IBIV), Bandung. Pendirinya adalah Ir AC Ingenegeren dan GS Vrijburg. Mereka membentuk biro tersebut pada 1936.
Kemudian, konstruksi gedung PPN dikerjakan oleh Ir P Tool dan bekerja sama dengan kontraktor Nedam untuk membuat fondasi, sedangkan untuk konstruksi dan penyelesaian bangunan digarap oleh Hollandsche Beton Maatschappij (HBM). Hingga akhirnya pembangunan gedung itu rampung dilakukan pada 12 April 1955.
“IBIV merupakan biro arsitek yang terbesar pada tahun 1950-an. Mereka dominannya orang-orang Belanda,” ucap Setiadi.
Biro IBIV memiliki ciri tersendiri dalam setiap membuat rancangan bangunan. Salah satunya yaitu menggunakan atap datar berbahan beton atau atap perisai yang landai, lalu dipadukan dengan pengolahan massa yang padat.
Setelah itu dibalut dengan dinding kamprot semen dan sirip penangkal matahari sebagai elemen utama yang membuatnya menjadi menarik.
“Dindingnya tidak dicat, semennya kasar seperti karang, istilahnya dikamprot. Itu yang jadi ciri khas IBIV,” imbuh Setiadi.
Dia menambahkan, sejauh yang dia ketahui, gedung PPN merupakan bangunan tertinggi di Jakarta saat itu. Gedung tersebut terdiri dari 4 lantai.
Setiap lantai memiliki ketinggian sekitar 5 meter. Diperkirakan hal itu untuk mengantisipasi faktor cuaca panas.
“Saya rasa tingginya itu masih sama karena itu sulit direnovasi. Hampir tidak ada perubahan signifikan,” ucap Setiadi.
Untuk diketahui, di bawah kepemimpinan arsitek Albertus Wilhelm Gmelig Meyling, biro IBIV bisa melewati periode pendudukan Jepang dan mencapai kesuksesan saat Indonesia baru merdeka.
IBIV juga tercatat sebagai salah satu biro arsitek paling produktif pada masa itu. Lebih kurang 700 proyek telah dikerjakan pada periode 1936 sampai 1957.
Sejumlah bangunan penting pun merupakan hasil rancangan biro ini, misalnya hanggar pesawat di Bandung, Jakarta, dan Madiun (1938), Pabrik Kertas Letjes Probolinggo (1938), dan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor (sekarang kampus IPB Baranangsiang).
Selain itu, ada pula Bank Industri Negara Jakarta (1955, sekarang Bank Mandiri di Jalan RP Soeroso, Cikini), Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia Bandung (1956), dan beberapa gedung dalam kompleks Fakultas Teknik Universitas Indonesia (sekarang Institut Teknologi Bandung).
https://properti.kompas.com/read/2019/05/03/153000521/gedung-kpu-saksi-bisu-bersejarah-perjalanan-politik-indonesia-