Terutama, daerah-daerah yang dilintasi jalan berbayar tersebut namun tidak memiliki akses pintu masuk dan keluar.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan hal tersebut saat rapat koordinasi Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Menurut dia, usulan penambahan tersebut agar memudahkan akses jalan tol ke sejumlah kawasan industri yang ada di daerah tersebut.
"Seperti di Ngawi, di Ungaran, di Nganjuk, di Probolinggo, di Jember, bahkan Pekalongan. (Tapi) saya bilang, ini bukan desentralisasi. Jadi tiap kabupaten minta, saya bilang no," kata Basuki.
Ia menuturkan, setiap kali mendesain sebuah jalan tol baru, ada sejumlah hal yang diperhitungkan pemerintah, termasuk efisiensi biaya.
Dengan adanya penambahan gardu tol di setiap wilayah, tentu hal tersebut akan menambah biaya investasi lantaran harus membangun gardu-gardu baru.
"Kalau digambar, kan enak aja gambarnya. Tok, exit. Tapi di pelaksanaannya kan cost semua itu," kata dia.
Kendati demikian, Basuki memafhumi karena selama ini Presiden Joko Widodo terus mendorong agar pelaku usaha dapat memanfaatkan keberadaan Tol Trans Jawa.
Salah satu alasan pembangunan jalan tol ini juga untuk mempercepat arus kendaraan logistik, jasa, serta pergerakan masyarakat.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi baru yang diharapkan di setiap kawasan yang dilalui, dapat terwujud. Di samping itu juga memudahkan akses menuju sejumlah kawasan wisata yang ada di setiap daerah.
"Jad saya kira ini suatu tantangan terbesar untuk memanfaatkan jalan tol ini," tutup Basuki.
https://properti.kompas.com/read/2019/04/29/163000721/basuki-tolak-kepala-daerah-yang-minta-dibangun-akses-tol-trans-jawa