JAKARTA, KOMPAS.com – Guna mendukung Program Sejuta Rumah, Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR memaksimalkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
Sekretaris Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Dadang Rukmana mengatakan, pelaksanaan program BSPS dilakukan bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Hal ini dilakukan agar program bisa berjalan tepat sasaran, baik untuk perbaikan rumah tidak layak huni maupun pembangunan rumah baru.
“Ada rumah yang memang tidak layak huni dan ada juga perorangan yang sudah punya tanah, tapi belum punya rumah,” ucap Dadang kepada Kompas.com, Selasa (16/4/2019).
Perbaikan dan pembangunan rumah itu dilakukan secara swadaya oleh warga setempat, sedangkan biayanya dibantu melalui program BSPS.
Dadang menjelaskan, mekanisme penyaluran BSPS dimulai dari usulan yang diajukan oleh bupati, wali kota, atau gubernur mengenai peningkatan kualitas rumah tidak layak huni di masing-masing daerah kepada Kementerian PUPR.
Ada pula usulan yang diberikan oleh anggota DPRD kepada pemerintah atau pimpinan daerah setempat.
Dalam usulan itu disebutkan antara lain jumlah rumah yang harus diperbaiki, identitas pemiliknya, dan lokasi masing-masing rumah.
“Di situ dijelaskan misalnya nama desanya, berapa unit rumahnya, dan orang-orangnya siapa saja,” kata Dadang.
Kemudian, Kementerian PUPR akan memverifikasi usulan beserta data yang diterima. Nantinya diperiksa dan diseleksi jumlah rumah yang layak untuk diperbaiki, termasuk disesuaikan dengan kemampuan ekonomi pemiliknya.
Kementerian PUPR juga akan memprioritaskan rumah usulan dari pemerintah daerah (pemda) yang memiliki program untuk memperbaiki rumah warganya yang sudah tidak layak huni.
“Ada program pemda setempat atau enggak. Kalau ada, akan lebih bagus,” imbuhnya.
Selanjutnya, penetapan rumah dan lokasi pembangunannya ditentukan oleh Menteri PUPR. Kewenangannya mencakup wilayah kota atau kabupaten dan provinsi.
Sementara kewenangan untuk menentukan rumah di wilayah desa dan kecamatan berada di tangan Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.
Adapun proses pembangunan rumah akan didampingi oleh tenaga fasilitator lapangan yang ditunjuk oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) di masing-masing daerah.
Fasilitator itu sebelumnya sudah dilatih tentang pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas rumah tidak layak huni.
“Tugasnya mulai dari sosialisasi, identifikasi kebutuhan, pelaksanaan pembangunan, sampai pemanfaatan rumah tersebut,” ujar Dadang.
Dia menuturkan, mekanisme seperti yang dijelaskan tadi sudah ditentukan dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 07/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.
Dengan begitu, diharapkan rumah yang dibangun memenuhi kriteria teknis sesuai ketentuan, misalnya dilihat dari segi atap, dinding, struktur bangunan, fondasi, dan arsitektur.
“Intinya kualitas dan kelayakan bangunan harus meningkat. Jadi selain aman dan nyaman, juga layak huni,” pungkasnya.
Untuk diketahui, BSPS dilaksanakan secara intensif sejak 2015 sampai 2018. Secara keseluruhan, 506.000 rumah tidak layak huni sudah selesai diperbaiki.
Rinciannya, sebanyak 83.000 rumah pada 2015, 98.000 rumah pada 2016, 120.000 rumah pada 2017, dan 205.000 rumah pada 2018.
Anggaran pembangunan setiap unit rumah tidak layak huni sebesar Rp 15 juta yang berlaku pada 2015 sampai 2018 di seluruh wilayah Tanah Air.
Artinya, total dana yang telah dikucurkan senilai Rp 7,59 triliun dalam periode tersebut.
Kemudian, biaya konstruksi itu meningkat menjadi Rp 17,5 juta per unit rumah tidak layak huni pada 2019. Terdapat selisih Rp 2,5 juta untuk upah pekerja yang membantu pembangunan rumah tersebut.
Pada 2019, Kementerian PUPR menargetkan untuk memperbaiki minimal 245.000 unit rumah tidak layak huni dengan mengalokasikan anggaran sekitar Rp 4,3 triliun.
https://properti.kompas.com/read/2019/04/16/203322521/begini-mekanisme-perbaikan-rumah-tidak-layak-huni