Selama ini Kementerian PUPR sudah dua kali mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk bertemu dan membicarakan lebih jelas mengenai naturalisasi sungai, tetapi yang bersangkutan tidak datang dan hanya diwakili stafnya.
“Kami saling mendukung saja. Pak Menteri (PUPR) dan kami kurang jelas. Pernah undang gubernur dua kali, tapi enggak datang, yang datang stafnya,” ujar Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Dia mengaku hanya mengetahui sebagian tentang naturalisasi sungai itu melalui informasi di media sosial.
Sejauh yang dia pahami, maksud dari naturalisasi itu adalah memasukkan air ke tanah, bukan membuang ke laut.
Namun, menurut Hari, informasi itu masih belum konkret. Karena itu, kementerian bersedia membantu pelaksanaan naturalisasi sungai jika sudah jelas bagaimana maksudnya dan pengerjaan secara teknis di lapangan.
“Naturalisasi monggo, kami dukung dan harus kolaborasi. Saya hanya baca di medsos, air jangan dibuang ke laut, tapi dimasukkan ke tanah. Nah, kalau musim banjir susah juga. Saya sendiri belum jelas,” ucap Hari.
Dia menuturkan, pihaknya akan mencoba mengundang kembali Gubernur DKI untuk membicarakan hal tersebut sehingga nantinya diperoleh kejelasan mengenai konsepnya dan bisa dikerjakan bersama-sama.
Sementara itu, seperti diberitakan Kompas.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku sudah berdiskusi dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono soal naturalisasi sungai yang digagasnya.
Anies menjawab keluhan Basuki soal minimnya penjelasan dari pihak Pemprov DKI Jakarta.
"Pokoknya dengan Pak Basuki, tim sudah ngobrol. Sudah diskusi, cuma sering dipercik-percikkan di publik. Sudahlah jangan (dibesar-besarkan)," ucap Anies di Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Menurut Anies, dia dan Basuki sebenarnya kerap mengobrol. Untuk itu, dia meminta agar dirinya tidak diadu soal naturalisasi sungai.
"Makanya saya enggak mau komentar karena sudah dikerjain bareng-bareng. Ya biar enggak ada yang lecet-lecet," tuturnya.
Istilah naturalisasi sungai
Untuk diketahui, sebelumnya Kompas.com mewartakan istilah naturalisasi sungai pertama kali diungkapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 7 Februari 2018.
Hal ttu merupakan bagian dari rencana Pemprov DKI Jakarta menata 13 sungai yang melintasi Ibu Kota.
Sebelumnya, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sudah melakukan normalisasi 13 sungai di Jakarta.
Namun, prosesnya berhenti pada tahun 2017 karena Pemprov DKI tidak lagi membebaskan lahan.
Kemudian, Pemprov DKI mulai menyusun dasar hukum tentang naturalisasi tersebut. Konsep itu akan menjadi solusi pengendalian banjir di wilayah DKI di bawah pemerintahan Anies yang selama ini dipertanyakan.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Benny Agus Chandra mengatakan, peraturan gubernur (pergub) tentang naturalisasi sungai sedang disusun dan diharapkan selesai akhir Januari 2019.
"Sedang disusun pergubnya, mudah-mudahan akhir bulan ini sudah beres," ujar Benny, Minggu (14/1/2019).
Dia menuturkan, pergub itu akan mengatur keberadaan sungai menjadi elemen utama dalam penataan kawasan.
Selama ini normalisasi sungai dilakukan dengan dilebarkan dan dibeton. Nantinya akan dilebarkan, tetapi tidak dengan pembebasan tanah per persil atau bidang.
"Intinya untuk naturalisasi harus menggunakan pendekatan penataan ruang berbasis kawasan, bukan lagi persil," ucapnya.
Perusahaan swasta dan masyarakat di sekitar sungai bakal diberi insentif jika ikut dalam penataan. Jika tidak, mereka akan diberi insentif.
Insentif ini diyakini bakal menjamin masyarakat pemilik lahan mau berpartisipasi dalam penyesuaian struktur dan pola ruang yang ada.
"Insentif bisa berupa kemudahan perizinan, pemberian kepastian hukum atas bangunan yang ada, pajak, bantuan penyusunan rencana penataan kawasan, dan bantuan prasarana atau sarana sosial dan umum," imbuh Benny.
Pembiayaan naturalisasi diharap tidak hanya mengandalkan APBD, tetapi juga bisa lewat investasi dan sumber pendanaan lainnya.
https://properti.kompas.com/read/2019/03/22/153341221/kementerian-pupr-undang-anies-dua-kali-tapi-tak-pernah-datang