Penentangan tersebut datang dari masyarakat yang merasa tradisi setempat masih memberikan hak istimewa kepada laki-laki.
Tradisi yang disebut Haq Tyaq ini membuat perempuan harus rela melepaskan harta leluhur berupa properti mereka kepada laki-laki.
Harga properti di kawasan ini meningkat lebih dari separuh selama satu dekade terakhir.
Peningkatan harga didorong masifnya proyek pembangunan jaringan transportasi dan migrasi penduduk di kawasan Delhi dan sekitarnya.
"Karena harga tanah yang meningkat gila-gilaan di area ini, perempuan didorong oleh suami atau ayah mertua mereka untuk menuntut bagian warisan mereka di keluarga," ucap ahli di bidang gender, Prem Chowdhry.
Meski begitu, aturan terkait telah diamandemen pada 2005. Namun dalam pelaksanaannya, penerapan tradisi serupa masih terus berlangsung.
"Terlepas dari undang-undang yang kini telah memberikan hak waris kepada perempuan, tingkat pendidikan yang rendah dan budaya patriarki yang kuat dapat merampas hak-hak perempuan ini," ujar Chowdhry.
Dia menambahkan, hanya sekitar 13 persen dari lahan pertanian yang dimiliki oleh perempuan, meski porsi tenaga kerja di bidang ini lebih dari sepertiganya.
Di India, sertifikat kepemilikan properti dan lahan hampir selalu jatuh ke tangan laki-laki. Hal ini memberikan mereka kebebasan untuk menjualnya meski tanpa persetujuan pasangan maupun anggota keluarga lain.
Sementara para petani khususnya perempuan sering kali ditolak saat mengajukan pinjaman, tunjangan, dan asuransi pemerintah karena namanya sering tidak terdaftar pada sertifikat.
Sedangkan ketika perempuan memperoleh keamanan atas hak-hak atas tanah yang mereka tanam, mereka dapat memperoleh posisi tawar dan pengambil keputusan dalam rumah tangga dan di masyarakat.
https://properti.kompas.com/read/2019/03/14/181719921/harga-properti-makin-mencekik-wanita-india-mulai-tuntut-warisan