Tahun lalu sudah menembus angka 73 persen. Padahal tahun-tahun sebelumnya masih 80 hingga 90 persen. Catatan tertinggi terjadi pada 2013 sebesar 98 persen.
“Tahun 2018 itu yang terburuk sejak tahun 2000. Ini sangat kontras di mana tahun 2012-2013 di angka sekitar 98 persen dan itu menjadi yang tertinggi,” ujar Leonard saat ditemui di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Dia menuturkan, penurunan okupansi itu terjadi karena pasar Jakarta mengalami kelebihan pasok alias over supply dari tahun ke tahun.
Hal ini terjadi terutama dalam kurun 2015-2018, yang rata-rata mencapai 460.000 meter persegi per tahun.
Melubernya pasokan itu sebagai konsekuensi dari pembangunan gedung perkantoran dalam waktu bersamaan tanpa memperhatikan tingkat permintaan.
Jumlah pasokan tercatat hampir empat kali lipat dibanding tingkat permintaan yang hanya sepertiganya yakni sekitar 120.000-150.000 meter persegi.
Angka permintaan tertinggi terjadi pada 2016, yaitu seluas 390.000 meter persegi.
“Jadi jomplang sekali antara permintaan dan suplai,” imbuhnya.
Meski demikian, Leonardo optimistis bahwa pemulihan terjadi pada tahun 2019 karena diperkirakan suplai menurun, sedangkan okupansi mulai tumbuh tipis 0,7 persen dibanding 2018.
https://properti.kompas.com/read/2019/02/28/173748921/terburuk-dalam-sejarah-okupansi-kantor-tahun-2018-hanya-73-persen