"Kalau mau realistis antara 10 sampai 15 persen," kata Ketua Indonesia Furniture Promotion Forum (IFPF) Erie Sasmito di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Tahun lalu, ekspor sektor ini berada di kisaran 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 28,1 triliun. Dengan target yang dipatok, maka realisasi ekspor yang diharapkan dapat tercapai tahun ini, sekitar Rp 30,9 triliun.
Erie menuturkan, salah satu keuntungan dalam perang dagang tersebut adalah Indonesia terkena kebijakan Generalized System of Preference (GSP).
Kebijakan ini merupakan inisiasi pemerintah AS dalam membantu pertumbuhan ekonomi negara berkembang, salah satunya membebaskan bea masuk produk-produk negara tersebut.
Sampai akhir 2018, AS sendiri masih mendominasi pasar ekspor produk furnitur Indonesia yakni mencapai 40 persen. Mayoritas produk yang diekspor merupakan furnitur perkantoran dengan tipe knock down.
"Dominasi itu terjadi karena dari sisi pengiriman lebih memungkinkan," kata Erie.
Posisi berikutnya ditempati negara-negara Eropa dengan 30 persen dan sisanya negara-negara di Benua Asia dan Australia.
Untuk ekspor ke kawasan Eropa, Erie mengaku, ada sedikit penurunan akibat sejumlah hal, salah satunya Brexit.
https://properti.kompas.com/read/2019/02/21/220000221/cuan-furnitur-bisa-tumbuh-15-persen-dari-perang-dagang-as-china