Penurunan itu didorong berkurangnya minat para pengunjung untuk berbelanja langsung di tempat karena saat ini mereka bisa membeli barang yang dibutuhkan melalui situs online.
Berdasarkan survei JLL Indonesia, angka hunian pusat perbelanjaan pada kuartal IV-2018 menunjukkan angka 88,9 persen, dengan tingkat serapan sebesar 3.400 meter persegi.
Sedikitnya angka serapan ini karena tidak banyak suplai baru tersedia di pasar. Sementara secara kumulatif, luas pusat perbelanjaan di Jakarta sebanyak 2,9 juta meter persegi.
Dengan tingkat okupansi 88,9 persen, artinya ruang pusat perbelanjaan yang terisi seluas 2.578.100 meter persegi dan ruang yang kosong mencapai 321.900 meter persegi.
Jika dibandingkan dengan ukuran luas lapangan sepak bola sesuai standar FIFA maksimal 10.800 meter persegi, maka luas ruang mal yang kosong sekitar 29,7 kali lapangan sepak bola.
Namun, penurunan ini bukan hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga di kota-kota negara lain di seluruh dunia. Fenomena pusat belanja sepi ini dianggap sebagai dampak dari era digital yang semakin gencar.
“Soal berkurangnya ritel ini memang terjadi, beberapa department store tutup. Ada perubahan di shopping center di Jakarta. Ini juga tren global, di mana e-commerce memengaruhi gerai ritel,” kata Head of Advisory JLL Indonesia Vivin Harsanto, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Selain karena era digital, menurut dia, penurunan tingkat hunian mal juga terjadi karena sekarang ini orang cenderung berkunjung ke sana untuk memenuhi kebutuhan sosialisasi dan hiburan, bukan hanya berbelanja.
Mereka lebih senang mendatangi pusat perbelanjaan untuk makan dan minum sambil bertemu teman dan kerabat, mencari tempat yang suasananya nyaman dan enak dipandang, serta mendapatkan hiburan.
Kalaupun berkunjung ke mal untuk membeli pakaian, biasanya toko yang dikunjungi adalah yang produknya praktis dan banyak pilihan.
“Sekarang kita lihat orang datang ke mal tujuannya lebih ke entertainment, kebutuhan yang tidak bisa dibeli secara online. Misalnya untuk makan dan minum, nongkrong di tempat yang Instagramable. Kalau fashion yang quick pick, misalnya Uniqlo, H and M, dan Zara,” ucap Vivin.
Dia pun menyarankan agar pengelola mal harus cepat melakukan adaptasi dengan menambah porsi gerai yang bisa memenuhi kebutuhan pengunjung sekarang ini.
https://properti.kompas.com/read/2019/02/15/173855121/orientasi-pengunjung-berubah-tingkat-hunian-mal-turun