JAKARTA, KOMPAS.com – Tiga badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di sektor infrastruktur memutuskan untuk mengalihkan saham Seri B milik negara pada masing-masing perseroan sebagai setoran modal kepada PT Hutama Karya (Persero) atau HK.
Ketiga BUMN tersebut adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Keputusan pengalihan saham ini dilakukan pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) masing-masing perseroan di Jakarta, Jumat (1/2/2019), sebagai realisasi dari rencana pemerintah membentuk holding BUMN di sektor infrastruktur.
Setelah pengalihan ini, Waskita Karya, Adhi Karya, dan Jasa Marga akan berubah menjadi anak perusahaan HK yang ditunjuk menjadi induk usaha atau holding BUMN infrastruktur.
Status ketiga perseroan tersebut pun berubah menjadi non-persero. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 perihal perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Namun, pemerintah tetap memiliki pengendalian secara langsung ataupun tidak langsung di ketiga perseroan itu meski sahamnya telah dialihkan sebagai tambahan penyertaan modal ke HK.
Adapun pengendalian langsung akan dilaksanakan melalui kepemilikan 1 saham Seri A Dwiwarna pada masing-masing perseroan.
Sedangkan pengendalian secara tidak langsung akan dilaksanakan melalui kepemilikan 100 persen saham pada HK yang akan menjadi pemegang saham Seri B terbanyak di setiap perseroan itu.
"Bahwa saham Seri B dari negara Republik Indonesia dipindahkan ke HK, tetapi itu sah kalau peraturan pemerintah (PP)-nya sudah diundangkan," ujar Putra.
Sementara Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto menuturkan, para pemegang saham sudah menyetujui semua saham Seri B pemerintah dipindahkan ke HK.
"Akan tetapi proses selanjutnya masih menunggu keputusan presiden," kata Budi.
Adapun Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani mengungkapkan, RUPSLB tentang pengalihan saham Seri B sesuai permintaan Menteri BUMN.
“Tujuannya untuk merealisasikan holding infrastruktur. Sudah disetujui para pemegang saham dengan suara terbanyak menyetujui agenda tersebut," ucap Desi.
Dia menambahkan, ada dua agenda dalam RUPSLB itu, yakni menyetujui perubahan nama dan perubahan anggaran dasar.
Proses tersebut akan berlaku efektif jika PP yang saat ini sedang diproses sudah selesai, tetapi belum diketahui kapan PP tersebut akan selesai.
Menurut dia, keputusan pemerintah membentuk holding BUMN infrastruktur ini akan memberi pengaruh positif dalam kinerja keuangan perusahaan.
Selain itu, juga menciptakan efisiensi karena selama ini terdapat begitu banyak BUMN di Indonesia, termasuk di sektor infrastruktur.
"Ini dari pemerintah, lebih ke efektivitas. Kan banyak sekali BUMN, jadi digabung. BUMN jadi lebih besar karena keuangannya digabung sehingga leverage lebih tinggi," imbuh dia.
Pembentukan holding BUMN Infrastruktur hanya mengenai perubahan pemegang saham dan tidak berpengaruh terhadap operasional perusahaan.
Aktivitas korporasi setiap perseroan tetap berjalan seperti biasa sesuai target yang dbuat oleh manajemen masing-masing.
Masalah non-teknis
Menanggapi proses terbentuknya holding BUMN di sektor infrastruktur ini, pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicaksono Adi mengatakan, dari sisi teknis dia tidak mengkhawatirkan penggabungan ini. Sebab, setiap BUMN memiliki spesialisasi masing-masing.
Terlebih lagi, saat ini ada begitu banyak proyek infrastruktur yang sedang gencar dilaksanakan pemerintah. Dengan demikian, holding ini bertanggung jawab menugaskan BUMN tertentu sesuai bidangnya.
Wicaksono mencontohkan pembentukan holding BUMN di sektor pembangunan pelabuhan, maka harus ada peran PT Pelindo di sana.
Contoh lain, holding BUMN dalam pembangunan bandara yang semestinya melibatkan PT Angkasa Pura.
Hal yang dia persoalkan justru masalah non-teknis, yakni menyangkut budaya masing-masing perusahaan.
Menurut Wicaksono, masalah non-teknis tidak bisa dianggap enteng karena perbedaan budaya di setiap perusahaan berpotensi menimbulkan gesekan.
Dia menyayangkan pembentukan holding secepat ini karena bisa terjadi masalah dalam penentuan kebijakan di tingkat manajemen dan pelaksanaan kebijakan itu di lapangan.
“Yang saya soroti masalah non-teknis, yaitu kultur perusahaan. Tidak boleh dianggap remeh karena kulturnya beda-beda. Nantinya bisa saja terjadi gesekan, misalnya saat di lapangan maupun penentuan kebijakan di top level,” imbuhnya.
BUMN bidang konstruksi di Indonesia ada dua macam, yaitu general contractor (kontraktor umum) dan kontraktor spesialis.
Jika dua jenis kontraktor ini digabung, belum bisa dipastikan akan membawa hasil positif ke masing-masing perusahaan.
Oleh karena itu, holding BUMN infrastruktur ini haruslah menjadi tugas Kementerian BUMN untuk terus mengawasinya paling tidak dalam satu sampai dua tahun ke depan.
https://properti.kompas.com/read/2019/02/04/192137621/holding-infrastruktur-efisiensi-dan-masalah-non-teknis