Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Permukiman Tionghoa Harus Membelakangi Bukit

Pada masa itu, aliran sungai dimanfaatkan sebagai jalur transportasi.

Menurut dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa, konstruksi rumah mereka sama dengan yang pernah mereka tinggali di daerah asalnya. Mereka memercayai kosmologi atau feng shui.

Selain itu, rumah yang dibangun juga harus membelakangi bukit yang melambangkan kura-kura hitam yang bersemayam.

Dalam kompleks permukiman ini, rumah ibadah atau kelenteng berada di sebelah selatan. Sementara untuk kompleks makam berada di daerah dataran tinggi atau perbukitan.

"Di Surabaya seperti di Kembang Jepun itu awalnya menghadap ke sungai. Terus kayak di Lasem semua pasti menghadap ke sungai. Sungai dianggap di mana burung merak yang berwarna merah," ujar Adrian kepada Kompas.com, Selasa (29/1/2019).

Menurut Adrian, perubahan arah rumah terjadi karena jalan mulai digunakan sebagai infrastruktur utama. Sebelumnya, masyarakat memanfaatkan aliran sungai sebagai alat transportasi.

"Mereka kan menguasai dan banyak bekerja di bidang ekonomi, vital sekali peran infrastruktur," ujar Adrian.

https://properti.kompas.com/read/2019/01/29/204331321/permukiman-tionghoa-harus-membelakangi-bukit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke