Kerja sama ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Dalam Pasal 10 ayat 4 disebutkan bahwa tanah untuk kepentingan publik termasuk infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi.
"Kami sekarang mempercepat, saya bikin diskresi nanti bahwa kepentingan migas adalah juga kepentingan publik yang bisa kita gunakan sesuai UU No 2 Tahun 2012," ujar Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djajil dalam acara penandatanganan di kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Dia mengatakan, selama ini produksi migas Indonesia mengalami penurunan. Selain karena eksplorasinya tidak begitu banyak, penyebab lainnya karena masalah dalam pembelian dan kepemilikan tanah.
Sulitnya perusahaan migas membeli tanah di suatu lokasi karena menggunakan sistem bisnis. Jika pemilik tanah tidak bersedia menjualnya, maka pertambangan tidak bisa dilakukan di sana.
Melalui nota kesepahaman ini, SKK Migas dan perusahaan produsen migas bisa membeli tanah untuk lokasi pertambangannya dengan bantuan Kementerian ATR/BPN.
"Selama ini business to business, kalau pemilik tanah tidak setuju ya repot kita. Tapi kalau untuk kepentingan publik, tinggal penlok, panggil appraisal, tentukan harga tanah dan bangunan, lalu ganti rugi," jelas Sofyan.
Diskresi dinilai penting karena pengadaan tanah untuk sektor migas sama pentingnya untuk infrastruktur transportasi, seperti jalan tol.
Oleh karena itu, perlu penanganan khusus untuk aset-aset tanah yang nantinya dipakai untuk kepentingan publik.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/28/123000921/kementerian-atr-bpn-skk-migas-teken-percepatan-sertifikasi-tanah