Dalam artikel Mayumi Fukuyama, laman Japan Economic Foundation, pada dasarnya Jepang sedang mempersiapkan "masyarakat yang sangat cerdas". Visi ini dikenalkan pertama kali pada 2016.
Dalam rencananya, masyarakat di negara ini akan mengadopsi seluruh teknologi, mulai dari kecerdasan buatan, big data, penggunaan Internet of Things (IoT), hingga drone dalam kehidupan sehari-hari.
"Era ini akan mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, finasial, monilitas, infrastruktur, dan-lain-lain," kata Fukuyama.
Dalam ajang World Economic Forum (WEF), Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menjelaskan visinya mengenai masyarakat 5.0. Menurutnya, masyarakat 5.0 akan dihubungkan oleh data untuk meningkatkan pertumbuhan di masa depan.
"Layanan kesehatan dan pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, akan menyentuh desa-desa di kawasan terpencil," ujar Abe.
Negara ini sedang menghadapi masalah akibat berkurangnya populasi. Hal ini menyebabkan penduduk usia produktif berkurang.
Jumlah penduduk usia produktif yang kini berada di angka 77 juta jiwa diperkirakan akan berkurang sebesar 70 persen menjadi 53 juta pada 2050.
Sementara itu, menurut Japan Times, populasi di atas usia 65 tahun sebanyak 27,3 persen dari total penduduk Jepang pada 2013. Persentase ini akan meningkat hingga sebesar 38,4 persen pada 2065.
Selain itu, banyak infrastruktur dasar juga dibangun sebagai bagian dari pembangunan skala besar selama periode pertumbuhan ekonomi dari tahun 1950-1970.
Kini setelah 50 tahun berlalu, mayoritas dari infrastruktur tersebut dalam kondisi yang buruk.
Tantangan ini merupakan hal yang akan dihadapi banyak negara di kemudian hari. Dari perspektif ini, Jepang merupakan negara canggih yang menghadapi tantangan canggih pula.
Drone akan digunakan sebagai alat dalam pengiriman barang. Mengutip dokumen Abenomics 2018, model pengiriman barang ini akan mulai digunakan di daerah pegunungan pada 2020.
Sementara itu, pemerintah juga akan mengenalkan layanan transportasi tanpa awak akan digunakan di daerah-daerah yang mengalami kekurangan penduduk.
Layanan ini akan segera dikomersialkan pada 2020. Tes akan dilakukan baik di kota maupun di pegunungan.
Tak hanya transportasi publik, Jepang juga akan menggunakan alat transportasi otomatis untuk mengurangi kekurangan sopir truk untuk distribusi barang.
Perencanaan kota juga akan memasukkan pilihan mobilitas lain bagi penduduknya, termasuk moda transportasi otomatis, dan alat transportasi berbagi.
Selain itu, aplikasi juga akan digunakan untuk menyebarkan data mengenai transportasi. Cara ini diyakini mampu mengurangi kemacetan di perkotaan terutama selama jam-jam sibuk dan acara besar.
Sementara itu, pengunaan robot dan sensor akan dimaksimalkan untuk mengurangi pekerjaan berat, seperti inspeksi dan perawatan. Hal ini juga sekaligus dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan.
Lebih lanjut, Pemerintah Jepang juga memperkenalkan penggunaan data untuk meningkatkan presisi proses konstruksi, pembaruan, serta pemeliharaan.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/28/115422021/society-50-solusi-jepang-atasi-defisit-penduduk-dan-infrastruktur