Ahmad melanjutkan, transportasi di Kota Solo tidak terlepas dari transportasi antar kota. Ini karena wilayah Solo menjadi penghubung antar wilayah.
Dia menyebutkan, dengan luas kota yang hanya 44 kilometer persegi, jumlah penduduk Kota Solo pada siang hari mencapai 2,5 juta sedangkan pada malam hari jumlahnya hanya 560.000 jiwa.
Bahkan, menurut dia, kepadatan penduduk di Kota Solo paling tinggi di Jawa Tengah.
"Perbedaan malam dan siang mencolok, Solo kota bisnis, studi, bekerja. Sehingga lalu lintas malam dan siang perbedaan jauh sekali, sementara jalan di Solo tidak bisa bertambah karena padatnya penduduk," ujar Ahmad dalam sebuah diskusi di Gedung Tribunnews Solo, Kamis (17/1/2019).
Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta, Hari Prihatno menambahkan, jumlah kendaraan pribadi masyarakat di Kota Bengawan ini mencapai 747.000 unit.
Mayoritas merupakan kendaraan roda dua dengan jumlah mencapai 400.000 unit. Sedangkan total kendaraan yang melintasi Kota Solo baik dari luar maupun dalam mencapai 1,5 juta unit per hari.
Ketika berbicara mengenai infrastruktur, lanjut dia, konteks yang harus dicermati mengenai transportasi adalah pergerakan kendaraan yang melaju dari luar Kota Solo.
Kendaraan yang masuk ke dalam kota tidak hanya menjadikan Solo sebagai tujuan akhir, namun juga sekadar lewat.
Dia juga mengungkapkan seharusnya masyarakat tidak terbuai dengan pembangunan infrastruktur semata, namun juga harus mampu mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik.
Hal ini menurutnya, merupakan hak warga karena mereka turut membayar pajak.
Untuk itu, masyarakat seharusnya mendapatkan hak seperti kemudahan akses transportasi dan keringanan tarif.
"Transportasi yang baik akan men-drive ekonomi di wilayah tersebut," imbuh Syafii.
Menanggapi hal ini, Hari mengatakan Dishub Kota Solo sudah memiliki grand design sistem dan penataan angkutan umum.
Di seluruh kota nantinya akan ada 15 koridor bagi angkutan. Koridor 1-7 akan digunakan sebagai ruang bagi Batik Solo Trans sedangkan koridor 8-15 akan dilayani oleh angkutan feeder.
Menurut Syafii penataan konsep parkir di Kota Solo tidak ada regulasinya. Dia memberi contoh penataan parkir dengan menggunakan sistem parking tower di Kota Bandung.
Sistem yang diaplikasikan di Kota Kembang ini mampu mengurangi tingkat kemacetan akibat parkir sembarangan yang dilakukan di pinggir jalan. Hal ini bisa menjadi contoh bagi Kota Solo.
"Next bisa kita kembangkan dengan pihak ketiga, sehingga bisa mengurangi kapasitas jalan dan mengurangi kemacetan," ungkap Syafii.
Permasalahan transportasi di Kota Solo tidak selesai sampai di situ. Syafii menambahkan, adanya Jalan Tol Solo-Ngawi selain memberikan manfaat juga berkontribusi meningkatkan kepadatan kendaraan.
"Contohnya Bandung, dulu nyaman, tapi sejak ada Tol Purbaleunyi jadi weekend malah makin ramai. Ke depan, Solo bisa jadi seperti itu," kata dia.
Selain itu, tarif tol yang dinilai lumayan tinggi bagi para sopir angkutan umum dan truk membuat mereka enggan melewati jalan tersebut.
"Tarif Tol Solo-Ngawi besar akhirnya yang terjadi sopir truk enggak mau lewat, akhirnya lewat jalan biasa," tutur Syafii.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/18/160934221/urai-kemacetan-solo-bangun-15-koridor-transportasi-massal