Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dicat Serampangan, Revitalisasi Kota Tua Surabaya Menuai Kritik

Namun kegiatan ini menuai protes, salah satunya dari Forum Begandring Soerabaia. Forum ini mewadahi berbagai komunitas pecinta sejarah di Kota Pahlawan tersebut.

Menurut pimpinan forum Kuncarsono Prasetyo, pengecatan ulang bangunan tua di sepanjang Jalan Panggung dilakukan secara serampangan.

"Ini kan bukan kampung kumuh yang dasarnya dicat warna-warni, ini kawasan sejarah, artinya banyak yang harus dipertimbangkan," ujar Kuncarsono kepada Kompas.com, Selasa (15/1/2019).

Kuncarsono menilai, merespons ruang publik dengan rekayasa visual yang atraktif harus ada batasan. Tidak seluruh bangunan sepanjang ruas jalan harus diwarnai.

Hal ini akan membuat mata kian lelah. Bahkan keindahan bangunan akan tenggelam oleh ramainya warna yang menghiasi.

Dalam kajian desain, lanjut dia, pada satu bidang idealnya memiliki tiga warna.

Ketiga warna tersebut terdiri dari warna dominan, sekunder, dan aksen.

Dari seluruh warna yang digunakan, sebaiknya tidak semuanya dominan.

"Namun lihatlah yang terjadi semua warna dalam satu bidang di sini tampak berebut menonjol," tutur Kuncarsono.

"Apa bedanya Jalan Panggung yang penuh bangunan berarsitektur indah dengan kampung warna-warni yang kumuh, jika jalan keluar mengatasi masalah yang beda, ternyata sama," lanjut dia.

Sementara soal pemilihan cat sebaiknya tidak hanya sesuai selera salah satu pihak, namun juga harus mengikuti jenis cat apa yang harus digunakan.

Bangunan-bangunan di kawasan tersebut sudah pernah dicat beberapa kali. Menurutnya, pemilihan warna cat merupakan hal yang penting.

Terlebih rencananya, wilayah ini akan menjadi destinasi wisata, studi kebudayaan, dan sejarah.

Selain cat, ornamen yang menghiasi setiap bangunan juga perlu diperhatikan.

"Makanya kami menekankan pemkot harus lebih serius lagi, artinya melibatkan orang yang ahli di bidangnya untuk membuat perencanaan warna," imbuh Kuncarsono.

Bangunan di Jalan Panggung rata-rata masih dihuni dan aktif sebagai permukiman.

Hal ini disampaikan oleh Dosen Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Adrian Perkasa.

"Rata-rata milik pribadi dan mayoritas seperti yang di Jalan Karet yang Tionghoa itu kan banyak jadi gudang," ujar Adrian.

Di Jalan Karet terdapat tiga rumah abu keluarga. Masing-masing milik keluarga Han, The, dan Tjoa.

Sementara di Jalan Panggung terdapat Pasar Pabean. Pasar ini, kata Adrian, merupakan salah satu pasar modern tertua di Hindia Belanda.

Kekayaan bangunan bersejarah di kawasan ini juga terlihat dari Menara Pandang Kalimas yang dinilai cukup unik karena terletak di pinggir sungai dan sudah ada sebelum Pelabuhan Tanjung Perak berdiri.

Adrian menuturkan, kedua jalan ini jika ditata dan dikembangkan dengan baik memiliki potensi yang besar. Namun sayang, hingga kini, konsep penataan kawasan tersebut belum pernah terbahas. 

https://properti.kompas.com/read/2019/01/17/210000721/dicat-serampangan-revitalisasi-kota-tua-surabaya-menuai-kritik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke