Namun begitu, Hanif tak menampik maraknya kasus kecelakaan kerja tidak terlepas dari besarnya beban yang diberikan kepada para kontraktor.
Namun, itu tidak bisa menjadi alasan para kontraktor untuk mengabaikan faktor K3 di dalam setiap pekerjaan mereka.
"Karena load atau beban kerja kita yang semakin banyak, kita lagi gencar membangun, risikonya pasti akan muncul," kata Hanif di Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Oleh karena itu, Hanif terus mendorong kampanye K3 dengan cara berkeliling di sejumlah proyek-proyek besar yang kini tengah berjalan. Tujuannya, agar penerapan K3 dapat benar-benar ditegakkan.
Setidaknya, kata Hanif, ada tiga upaya yang terus dilakukan pemerintah untuk menekan kasus kecelakaan kerja.
Pertama, yaitu dengan memperbaiki regulasi guna memastikan tingkat kepatuhan perusahaan-perusahaan dalam hal K3 semakin meningkat.
Kedua, melakukan pembinaan, pengawasan, serta penegakkan hukum di sektor ini guna memastikan kasus pelanggaran serupa tidak terulang di kemudian hari.
"Kemudian yang ketiga juga kita melakukan sosialisasi dan kampanye mengenai budaya K3 di semua stakeholder, termasuk masyarakat yang ada di sekitar tempat-tempat kerja sehingga K3 atau budaya selamat ini benar-benar menjadi etika sosial kita dimana pun kita berada," pungkasnya.
Klaim pemerintah ini diakui pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicaksono Adi. Menurut dia selama 2018 memang terdapat peningkatan manajemen K3.
Salah satu indikasinya yaitu telah dibentuknya Komite Keselamatan Konstruksi (Komite K2) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Komite tersebut bertugas untuk mengawasi setiap proyek infrastruktur yang tengah dikerjakan BUMN karya guna meminimalisasi kecelakaan yang terjadi.
"Itu memang sudah ada instruksi khusus dan itu sudah menjadi item dan masuk di dalam visi BUMN Karya itu, sehingga diimplementasikan di dalam proyek dan saat ini sedang dijalankan," kata Adi saat dihubungi Kompas.com.
Indikasi lainnya yaitu semakin berkurangnya kasus kecelakaan kerja dalam setahun terakhir, bila dibandingkan dengan awal tahun 2018.
Hal lain yang mungkin terlihat yaitu semakin banyaknya imbauan yang dipasang di setiap lokasi proyek infrastruktur.
Baik itu imbauan untuk mengutamakan keselamatan kerja maupun penggunaan alat perlindungan diri (APD).
Adi menambahkan, sebelum menjadi sebuah isu nasional pasca-maraknya kasus kecelakaan kerja, K3 sudah menjadi bagian yang selalu direncanakan pada setiap proyek yang dikerjakan BUMN Karya.
Karena itu, pada setiap usulan anggaran proyek, ada alokasi khusus di dalam perencanaannya.
"Tapi ada juga satu-dua BUMN karya yang belum anggap itu sebagai sebuah isu yang dikedepankan. Baru setelah muncul insiden itu jadi kebijakan serius sekarang," sambung Adi.
Sementara itu, Direktur Utama PT Waskita Toll Road Herwidiakto mengaku, beberapa waktu lalu banyak proyek yang tidak dilengkapi dengan anggaran K3 di dalam bill of quantity (BQ).
Anggaran tersebut hanya disisipkan pada suatu komponen dan bukan menjadi sebuah anggaran sendiri.
Namun, sejak marak kasus kecelakaan kerja, kini K3 mendapat alokasi anggaran sendiri.
Bahkan, PT Waskita Karya (Persero) Tbk menambah direktur baru pada jajaran direksi mereka yang secara khusus menangani K3 ini.
"Biaya itu yang sebelumnya tidak sampai seperempat atau bahkan lebih kecil, ini ada standarisasi yang kebetulan juga mirip dengan Waskita Karya sebagai holding kira-kira tadi disebutkan setengah sampai 2 persen dari kontrak," kata Herwidiakto menjawab pertanyaan Kompas.com, Jumat (4/1/2019) lalu.
Besar kecilnya anggaran K3 yang diusulkan tergantung dari tingkat kesulitan proyek yang dikerjakan.
Untuk proyek tol, misalnya, anggaran K3 pada proyek yang dikerjakan di atas tanah (at grade) lebih kecil daripada yang dikerjakan secara layang (elevated).
"Tahun ini mungkin akan memulai pekerjaan di Jembatan Teluk Balikpapan, itu mungkin akan mentok sampai 2 persen karena risikonya lebih besar," ungkap Herwidiakto.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/17/162928921/menaker-klaim-tingkat-kepatuhan-k3-kontraktor-meningkat