Dalam penghargaan anugerah Adipura Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2017-2018, diumumkan pula kota-kota yang mendapat penilaian paling rendah.
Selain karena pengelolaan sampah yang dinilai kurang, partisipasi masyarakat juga menjadi bahan pertimbangan.
"Justru itu, belum ada gerakan masyarakat model Banjarmasin, Bogor, dan lain-lain," ungkap Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3 Kementerian LHK, Novrizal Tahar, menajawab Kompas.com, Rabu (16/1/2019).
Novrizal memberi contoh peran aktif masyarakat di Kota Banjarmasin dan Surabaya. Di Banjarmasin, terdapat kebijakan wali kota untuk membatasi pemakaian kantong plastik di ritel modern. Bahkan kini, kebijakan tersebut sudah masuk ke pasar tradisional.
"Kemudian masyarakatnya merespon dengan gerakan Tas Purun. Tas Purun adalah tas tradisional masyarakat sebagai ganti kantong plastik sekali pakai," imbuh dia.
Selain Banjarmasin, keterlibatan masyarakat juga dilakukan di Kota Surabaya. Kota yang meraih penghargaan Adipura Kencana ini memiliki berbagai upaya kreatif dalam mengolah sampah.
Masyarakat terlibat mulai dari pemilahan, rumah kompos, bank sampah, dan TPS 3R. Tak lupa berbagai upaya kreatif dan inovatif lainnya seperti program bus sampah.
"Kekuatan pengelolaan sampah kota Surabaya itu ada di partisipasi masyarakatnya, 60 persen persoalannya diselesaikan di masyarakat," ucap Novrizal.
Jadi, meski jumlah penduduk semakin bertambah, namun timbalan sampah yang dihasilkan berkurang sangat signifikan.
Kepedulian masyarakat kota ini juga sangat tinggi terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH), sehingga dalam dua tahun suhu kota berkurang dua derajat celcius.
Kota ini, lanjut Novrizal, dijaga oleh kepedulian masyarakatnya.
"Ini yang sangat penting sebenarnya dalam pengelolaan sampah, kekuatan partisipasi publik," pungkas dia.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/16/163000021/partisipatif-warganya-bersih-kotanya