JAKARTA, KOMPAS.com – Keberadaan Transjakarta yang sudah beroperasi selama 15 tahun memberi banyak perubahan pada sistem transportasi massal di Jakarta.
Harus diakui, ada berbagai peningkatan positif yang terjadi, misalnya bertambahnya jumlah penumpang, perubahan perilaku pengemudi bus, dan sistem pengelolaan.
Meski demikian, manajemen Transjakarta perlu dievaluasi di beberapa sisi. Perbaikan itu bertujuan agar alat transportasi umum tersebut benar-benar bisa menjadi andalan masyarakat Ibu Kota.
Menurut Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), salah satu yang harus diperbaiki yaitu sterilisasi jalur. Masalah ini masih menjadi momok operasional bus transjakarta.
Pada 17 Oktober 2018, pengelola transjakarta telah membuat nota kesepahaman dengan Kepolisian Daerah Metro Jaya mengenai sterilisasi jalur.
Artinya, bus transjakarta menggunakan jalur yang dibuat khusus dan tidak bisa digunakan oleh pengendara mobil dan sepeda motor. Namun, masih saja ada kendaraan pribadi yang melintasi jalur tersebut.
“Korban pertama ketika jalur transjakarta dimasuki kendaraan pribadi adalah warga Jakarta yang menggunakan layanan transjakarta, yaitu warga yang berkontribusi langsung mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” demikian keterangan ITDP yang diterima Kompas.com, Selasa (15/1/2019).
Jalur khusus yang steril merupakan salah satu kunci keberhasilan operasional transjakarta. Maka dari itu, dibutuhkan ketegasan dan konsistensi dari pimpinan pengelola untuk menjaga sterilisasi jalur transjakarta.
Selanjutnya, perbaikan dari segi rute yang saat ini mencapai 58 persen untuk area Jakarta dan sekitarnya. Perlu dilakukan penambahan rute agar menjangkau lebih banyak wilayah di Ibu Kota.
“Sangat penting untuk mengubah kompetisi menjadi kolaborasi dan sinergi untuk memudahkan warga Jakarta menggunakan angkutan umum,” tulis ITDP.
Selain itu, aset berupa halte dan akses menuju halte, misalnya jembatan penyeberangan orang (JPO), harus sepenuhnya dimiliki oleh pengelola Transjakarta supaya akses bagi para penumpang bisa lebih mudah dan kapasitasnya bisa mengakomodasi jumlah penumpang.
Terakhir, pengelola Transjakarta dan Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta berpotensi dan berperan besar untuk mengaplikasikan sistem dan infrastruktur yang lebih inklusif, yaitu membangun trotoar dalam radius 500 meter dari halte transjakarta karena penumpangnya juga merupakan pejalan kaki.
Menciptakan akses khusus kepada penumpang dari kelompok lanjuta usia, ibu dengan anak, ibu hamil, dan penyandang disabilitas juga harus diperhatikan.
“Jakarta tidak boleh mengisolasi kelompok rentan. Kota ini punya kewajiban menghargai kemandirian mereka dengan memberikan fasilitas yang memudahkan aktivitas mereka,” imbuh ITDP.
Di samping itu, penambahan 81 rute baru untuk melengkapi secara keseluruhan menjadi 236 rute harus segera direalisasikan.
Dengan demikian, target untuk bisa mengangkut hingga 231 juta penumpang pada 2019 bisa tercapai.
ITDP menambahkan, melalui berbagai cara yang dilakukan berupa sterilisasi jalur, layanan ekspansi, integrasi antar-moda, dan peningkatan akses itu, diharapkan bus Transjakarta bisa menjadi andalan masyarakat Ibu Kota sebagai transportasi yang terjangkau, inklusif, dan humanis.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/15/173743421/jalur-steril-masalah-transjakarta-yang-harus-diperbaiki