JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebut krisis air bersih menjadi salah satu ancaman paling nyata yang akan dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia.
Prabowo mengaku, merujuk hal tersebut berdasarkan penelitian yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kita harus swasembada air bersih. PBB, Perserikatan Bangs-Bangsa meramalkan bahwa 2025 seluruh bumi akan mengalami krisis air," kata Prabowo saat menyampaikan Pidato Kebangsaan di Jakarta, Senin (14/1/2018) malam.
Saat ini, menurut dia, sudah banyak warga di beberapa daerah di Tanah Air yang mulai kesulitan mendapatkan air bersih.
Salah satu daerah itu adalah wilayah Sragen di Jawa Tengah. Masyarakat yang tinggal di wilayah seluas 941,6 kilometer persegi itu, disebut Prabowo, banyak yang kesulitan air bersih.
"Di Sragen, satu jam dari Kota Solo, rakyat kesulitan air. Mereka menyampaikan kepada saya Pak, tim kita di situ, enggak usah kirim kaos, enggak usah kirim baliho, enggak usah kirim spanduk, tolong kirim tanki-tanki air," ucap Prabowo.
Untuk diketahui, PBB memproyeksikan pada 2030 kebutuhan air tawar dunia akan 40 persen lebih tinggi dari ketersediaan, akibat perubahan iklim, ulah manusia, dan pertumbuhan penduduk.
Setelah Cape Town yang beberapa waktu lalu sempat mengalami krisis air bersih, ada sebelas kota lain yang juga terancam mengalami hal yang sama yaitu Sao Paulo, Bangalore, Beijing, Kairo, Jakarta, dan Moskwa. Kemudian, Istambul, Mexico City, London, Tokyo dan Miami.
Di Jakarta, banyak warga yang tak menyadari bahwa Jakarta adalah kota pesisir. Dan seperti banyak kota pesisir lain, ibu kota Indonesia ini menghadapi ancaman kenaikan permukaan air laut.
Tapi di Jakarta, masalah ini diperparah dengan ulah manusia secara langsung. Karena kurang dari separuh dari 10 juta penduduk yang memiliki akses terhadap air leding, terjadi penggalian sumur secara serampangan.
Praktik ini menguras cadangan kantung air bawah tanah, hampir secara harafiah mengempiskannya.
Akibatnya, menurut perkiraan Bank Dunia, sekitar 40 persen wilayah Jakarta sekarang ini berada di bawah permukaan laut.
Keadaannya lebih buruk, kantung-kantung air itu tidak mengalami pengisian ulang meski turun hujan lebat karena seantero kota penuh beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.
Seperti di Karanganyar, Jawa Tengah, misalnya, saat ini tengah dirampungkan pembangunan Bendungan Gondang yang menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Bendungan tersebut merupakan satu dari empat bendungan yang kini dalam tahap impounding atau pengisian air. Proses itu ditargetkan rampung pada Februari sampai April 2019.
Tiga bendungan lainnya yaitu Bendungan Sei Gong di Kota Batam, Kepulauan Riau; Bendungan Mila di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat; dan Bendungan Sindang Heula di Kabupaten Serang, Banten.
"Ya, ada empat bendungan yang impounding, yaitu Gondang, Mila, Sei Gong, dan Sindang Heula, antara Februari ke April," ungkap Kepala Pusat Bendungan Kementerian PUPR Ni Made Sumiarsih ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (11/1/2019).
Bendungan Gondang dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR.
Bendungan ini memiliki kapasitas tampung 9,15 juta meter kubik dan dapat menyuplai air bagi daerah irigasi seluas 4.680 hektar di Kabupaten Karanganyar dan Sragen.
Selain itu, bendungan ini juga akan berfungsi sebagai sumber air baku 200 liter per detik untuk Kabupaten Karanganyar, daerah konservasi air, pengendali banjir dan destinasi wisata.
Investasi bendungan yang dibangun sejak 2014 ini menelan anggaran Rp 657 miliar yang digarap kontraktor PT Waskita Karya (Persero).
https://properti.kompas.com/read/2019/01/14/220000521/prabowo-sebut-ramalan-pbb-tentang-krisis-air-2025