Namun, pinjaman itu dilakukan oleh badan usaha jalan tol (BUJT) yang memenangkan konsesi pengusahaan ruas tol setelah proses lelang dilaksanakan.
"Kalau dilihat dari sisi pemerintah dan badan usaha, pemerintah malah enggak utang apa-apa. Pemerintah dengan kontraknya, membuat badan usaha harus bangun," ungkap Herry saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/1/2019).
Herry menanggapi pernyataan calon wakil presiden nomor urut 02 yang menyebut Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) tidak dibangun dengan menggunakan utang.
Menurut dia, jalan tol sepanjang 116,75 kilometer itu dibangun melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau public private partnership (PPP) dengan total investasi senilai Rp 13,7 triliun.
Dalam hal ini, pemerintah bekerja sama dengan konsorsium PT Lintas Marga Sedaya (LMS) yang awalnya merupakan perusahaan gabungan antara PT Bashkara Utama Sedaya (BUS) dengan kepemilikan saham 45 persen dan perusahaan asal Malaysia, Plus Expressways Berhard (55 persen).
Setelah LMS memenangkan lelang, Herry menyebut, mereka juga sempat melakukan pinjaman sindikasi kepada sejumlah perbankan untuk memuluskan pekerjaan proyek jalan bebas hambatan itu.
"Jadi, 70 persen utang, 20 persen mezanin itu junior loan tapi kami hitung sebagai equity, dan 10 persen modal sendiri. Dalam struktur pembiayaan ya 70:30," jelas Herry.
"Dulu sebelumnya perusahaan Malaysia 5 persen selebihnya Saratoga, Bukaka, dan Baskhara. Sekarang yang pegang (LMS) Malaysia dan Astra," imbuh Herry.
Untuk diketahui, BUS sendiri merupakan konsorsium gabungan yang terdiri atas PT Interra Indo Resources, PT Bukaka Teknik Utama, dan PT Baskhara Lokabuana.
Adapun Intera Indo Resources adalah anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk yang sebagian sahamnya dimiliki Sandi.
Pada awal 2017, Sandi melepas kepemilikan 40 persen saham BUS di LMS kepada PT Astratel Nusantara, yang merupakan anak usaha dari Astra Group.
https://properti.kompas.com/read/2019/01/03/175005021/tanggapi-sandiaga-pemerintah-pastikan-bangun-jalan-tol-tidak-utang