Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengungkapkan hal itu saat menjawab Kompas.com, Kamis (13/12/2018).
Menurut dia, konsep perumahan ideal yang berkelanjutan masih dalam proses penggodokan lima pilar yang berasal dari akademisi di seluruh perguruan tinggi Indonesia, pemerhati dan LSM serta komunitas dalam naungan "Griya Kita", The HUD Institute, Asosiasi Pengembang, dan Birokrasi.
Khalawi beralasan, bahwa tidak gampang menyelenggarakan sistem perumahan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
"Namun di sisi lain, kita didesak untuk segera dapat memenuhi kebutuhan hunian yang jumlahnya mencapai 800.000 unit pertahun," cetus Khalawi.
Untuk itulah, pihaknya kemudian melakukan berbagai upaya percepatan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Satu di antara berbagai upaya itu adalah dengan mengimplementasikan hunian berbasis transit oriented development (TOD).
Kendati banyak kalangan mengkritik kebijakan ini karena dilakukan tanpa konsep yang jelas dan cenderung kontroversial, Khalawi memastikan konsep TOD harus terus berjalan.
"Kami menginisiasi dan BUMN yang mengerjakan. Ini kami buat paralel, konsep disiapkan sambil diimplementasikan," tambah Khawali.
Salah satu masalah yang menjadi sorotan berbagai kalangan adalah praktik komersialisasi berlebihan (over commercialization) atas hunian dan infrastruktur transportasinya.
BUMN yang mencoba merealisasikan konsep TOD hanya menganggap masyarakat kota sebagai konsumen yang menjadi obyek bisnis semata.
Padahal, menurut Ketua Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro, keberadaan suatu kota tidak terjadi begitu saja.
Segala kebaikan dan keburukannya tergantung dari pemerintah yang mengatur dan masyarakat yang hidup di kota tersebut.
Pelaku pengembangan hunian berkonsep TOD (terutama BUMN) hanya memikirkan pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dari masyarakat.
“TOD di Indonesia tidak proporsional karena pemikirannya hanya dari aspek komersial semata. Ada bahaya over commercialization dari TOD,” ucap Bernardus ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/12/2018).
Jika konsep TOD tidak dikerjakan dengan benar, akan menghilangkan kesempatan untuk meremajakan dan merevitalisasi kota.
Bagi dia, peremajaan kota merupakan masalah yang harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap terciptanya lingkungan hidup yang layak dan berkualitas, seperti bisa dilihat di kota-kota besar lainnya di dunia.
Menurut Khalawi realisasi penyediaan perumahan menunjukkan tren yang meningkat dan pada tahun 2018 ini.
Bahkan, untuk pertama kalinya dapat menembus satu juta unit terbangun maupun perbaikan rumah tidak layak huni. Per 10 Desember, telah tercapai 1.091.255 unit rumah.
Adapun Progres Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Rumah Susun, Rumah Khusus, Rumah Swadaya dan PSU Rumah Umum TA. 2018 sampai dengan saat ini adalah 81,98 persen dan progres keuangan sebesar 75,48 persen (status 12 Desember 2018).
Sedangkan Pelaksanaan Kegiatan Pembiayaan Perumahan (FLPP, SSB, dan SBUM) TA. 2018 sampai dengan saat ini sebesar 79,01 untuk progres fisik dan keuangan sebesar 74,94 persen (status 12 Desember 2018).
https://properti.kompas.com/read/2018/12/14/113000721/pemerintah-akui-belum-punya-konsep-perumahan-berkelanjutan