FUKUOKA, KOMPAS.com - Bila Anda berkesempatan pergi ke Jepang dan ingin berkeliling dengan menggunakan transportasi publik seperti kereta, jangan bingung saat tiba di stasiun.
Alih-alih berharap langsung menjumpai loket tiket dan peron stasiun, Anda justru akan mendapati sebuah pusat perbelanjaan yang sangat megah.
Seperti Stasiun Hakata City yang dioperasikan Japan Railway (JR) Kyushu pada gambar berikut. Saat berkesempatan bertandang ke tempat tersebut pada 26 November lalu, Kompas.com sempat bingung menjumpai stasiun bak pusat perbelanjaan.
Stasiun Hakata City merupakan salah satu stasiun terbesar yang ada di Jepang. Bangunan setinggi sepuluh lantai ini memiliki total luas area mencapai 200.000 meter persegi.
Setiap hari tak kurang dari 190.000 orang bertandang ke tempat ini. Hal tersebut menjadikannya sekaligus sebagai stasiun tersibuk yang ada di seantero negeri matahari terbit.
Meski jumlah pengunjung cukup banyak, kenyataannya hanya sekitar 40.000 orang yang setiap hari melakukan perjalanan commuter dengan menggunakan kereta.
Sementara, sebagian besar lainnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk belanja, makan, nonton film, berbelanja oleh-oleh, nongkrong, bersantai bersama keluarga, maupun melakukan aktivitas lainnya.
Bila digambarkan, stasiun ini lebih tepat disebut sebagai mal ketimbang stasiun. Keberhasilan JR Kyushu dalam mengelola stasiun tidak terlepas dari upaya mereka untuk selalu menjaga kepercayaan masyarakat dalam menyediakan jasa kereta api andal.
"Kami selalu berupaya untuk menghadirkan kereta tepat waktu, meningkatkan pelayanan kami, juga menjaga kebersihan dan kenyamanan stasiun," kata Manager Planning Departement Corporate Planning Headquarter Kyushu Railway Company, Makoto Kawano.
JR Kyushu tak hanya menggerakkan bisnis jasa kereta api, tetapi juga berbagai lini bisnis seperti real estat, ritel dan restoran, konstruksi, transportasi, hiburan, hingga jasa bisnis lainnya.
Di sektor real estat misalnya, selain AMU Plaza Hakata, ada empat pusat perbelanjaan lain yang dimiliki yaitu AMU Plaza Kokura, AMU Plaza Nagasaki, AMU Plaza Kagoshima, dan JR Oita City AMU Plaza Oita.
Pada tahun lalu, jumlah pengunjung AMU Plaza Hakata mencapai 72,41 juta orang dengan pendapatan mencapai 113 miliar yen. Sementara, empat pusat perbelanjaan lainnya juga tak kalah ramai.
AMU Plaza Oita, misalnya, mampu meraup pendapatan sebesar 22,3 miliar yen dengan jumlah pengunjung mencapai 22,66 juta orang.
Sementara, AMU Plaza Kagoshima dikunjungi mencapai 17,58 juta orang dengan pendapatan 26,5 miliar yen.
"Kami belajar sedikit demi sedikit untuk melakukan renewal, sehingga lama kelamaan kami bisa membangun stasiun skala besar di Kyushu. Tahun 2000 juga membangun stasiun di Nagasaki, dan semua bangunan stasiun tersebut sudah menjadi shopping center ternama di Jepang," tutur Kawano.
Kawano mengungkapkan, selain menjaga keandalan bisnis transportasi dan kenyamanan stasiun, salah satu rahasia keberhasilan bisnis JR Kyushu adalah pengembangan kawasan yang mereka lakukan.
Melalui lini bisnis real estat, mereka juga mengembangkan bisnis penjualan kondominium serta penyewaan apartemen di sepanjang jalur yang dilalui kereta sejak 1988. Pengembangan tersebut rupanya turut mendongkrak pemasukkan JR Kyushu.
Pada triwulan ketiga tahun ini misalnya, tak kurang dari 6.415 kondominium yang telah dijual dan 3.147 unit apartemen yang disewakan.
Jumlah tersebut naik bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2014 di periode yang sama, jumlah kondominium yang dijual mencapai 4.338 unit dan apartemen yang disewakan 1.879 unit.
Sementara, pada 2009, jumlah kondominium yang dijual hanya mencapai 1.980 unit dan apartemen yang disewakan mencapai 1.246 unit.
Tak langsung berhasil
Pengembangan kawasan dan ritel menjadi salah satu aspek mutlak untuk mendukung bisnis jasa transportasi seperti kereta.
Terlebih dalam kasus Fukuoka secara khusus dan Jepang secara umum, pertumbuhan penduduk tidak secepat pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Kawano mengatakan, sebelum 1987, Stasiun Hakata dikelola oleh Japan Nasional Railway (JNR) yang dimiliki oleh negara. Namun setelah itu, privatisasi dilakukan sehingga pengelolaan menjadi ranah swasta.
Pada awal privatisasi, pendapatan utama JR Kyushu masih berasal dari penjualan tiket kereta yaitu 81,8 persen. Sementara, pendapatan dari usaha non tiket hanya 18,2 persen.
Kendati pendapatan dari bisnis kereta terlihat besar, kenyataannya perusahaan ini masih menderita kerugian hingga 28,8 miliar.
"Pendapatan kami 130 miliar yen, tapi kami masih mengalami kerugian 30 miliar yen," kata Kawano.
Hal itulah yang kemudian mendorong JR Kyushu secara ekspansif melakukan pengembangan bisnis di lini lainnya. Kini, setelah 30 tahun privatisasi, JR Kyushu berhasil mencatat keuntungan sebesar 46,7 miliar pada 2017.
"Sumbangan terbesar dari bisnis non tiket yaitu 63,4 persen, sedangkan pendapatan dari railway traffic hanya 36,6 persen dari total pendapatan," ujarnya.
Kawano mengungkapkan, pihaknya tidak pernah berhenti berupaya agar pendapatan dari bisnis tiket dapat dikatrol.
Salah satunya yakni dengan membuka jalur kereta Shinkansen pada 2011 lalu. Meski demikian, hal itu masih belum memberikan kontribusi cukup besar.
Karena itu, pihaknya terus melakukan pengembangan kawasan stasiun untuk menjaga agar pendapatan mereka terus tumbuh.
Baik itu dengan menambah ruang komersil maupun dengan membuka universitas dan apartemen maupun kondominium baru dengan bekerja sama dengan lembaga pendidikan.
Dengan demikian, pendapatan akan terus terdorong pada tahun-tahun berikutnya.
https://properti.kompas.com/read/2018/12/11/201108621/megahnya-hakata-stasiun-rasa-pusat-belanja