TOKYO, KOMPAS.com - Tak butuh waktu lama bagi Sumumo menangkap sinyalemen kebingungan Kompas.com beserta sejumlah awak media yang tergabung dalam kegiatan Fellowship MRT Jakarta, ketika berada di Stasiun Shinjuku, Tokyo, Rabu (28/11/2018) lalu.
Saat itu, kami tengah melihat informasi dari Google Maps untuk menuju Stasiun Asakusa demi menyaksikan Kuil Asakusa. Sembari melihat gawai pintar, kami juga melongok kondisi sekitar untuk mencari petunjuk.
Sumumo yang mendapati kami kebingungan, langsung menawarkan bantuan.
"Ada yang bisa saya bantu?," ucap Sumumo.
Ada rasa khawatir dalam diri kami. Namun saat itu, kami tidak tahu lagi harus mencari informasi ke mana. Sebab, jaringan kereta yang ada di stasiun tersebut cukup banyak.
Shinjuku merupakan salah satu stasiun tersibuk di kawasan Greater Tokyo. Setidaknya, ada lima operator kereta swasta yang beroperasi di stasiun ini, mulai dari Japan Railway (JR) East, Keio Corporation, Odakyu Electric Railway, Toei Subway, dan Tokyo Metro.
Masing-masing operator memiliki rute yang berbeda. JR East misalnya, memiliki enam rute yang berbeda seperti Chuo Main Line (Limited Express), Chuo Line (Rapid), Chuo-Sobu Line, Saikyo Line, Shonan-Shinjuku Line, dan Yamanote Line.
Demikian halnya Keio yang mengoperasikan Keio Line dan Keio New Line dan Toei yang menjalankan Toei Oedo Line dan Toei Shinjuku Line.
Adapun Odakyu dan Tokyo Metro, masing-masing menjalankan satu rute yaitu Odakyu Odawara Line dan Marunouchi Line.
Jangankan orang asing, Sumumo mengaku, tak sedikit orang Jepang yang terkadang bingung ketika berada di dalam stasiun untuk naik kereta.
Hal itu tidak terlepas dari luasnya area stasiun serta banyaknya percabangan kereta. Di samping itu, ratusan ribu masyarakat yang berlalu lalang di dalam area stasiun turut berkontribusi terhadap semakin padatnya situasi di dalamnya.
Sumumo yang baru saja keluar area concourse pun kemudian kembali masuk ke dalam dan mengantar kami menuju pusat informasi serta memberikan buku petunjuk rute tujuan.
"Menolong orang adalah hobi saya. Ini adalah hobi murah dan sangat menyenangkan," tuturnya.
Intervensi Pemerintah
Keramahan yang ditunjukkan Sumumo tentu tidak datang tiba-tiba. Melainkan melalui berbagai proses intervensi yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan operator kereta swasta yang ada di Jepang selama berpuluh-puluh tahun.
Pemerintah Jepang memiliki aturan tentang bisnis perkeretaapian atau railway business act. Dari aturan tersebut, para operator kereta membuat aturan turunan yang memudahkan kegiatan operasi serta mengatur tata tertib masyarakat dalam menggunakan moda transportasi tersebut.
Gerakan Panggilan dan Bantuan
General Affair Asosiasi Operator Railway Swasta Jepang Ochi Masahiro menjelaskan, sejak 2016 seluruh operator terutama yang berada di wilayah perkotaan, melakukan kampanye 'Gerakan Panggilan dan Bantuan'.
Pada dasarnya, kampanye ini bertujuan untuk mendukung dan membantu orang-orang yang memerlukan bantuan, mulai dari ibu hamil, orang tua, orang cacat, dan orang asing.
Tujuannya, agar fasilitas di stasiun dapat digunakan lebih aman dan terjamin.
Namun, obyek dari gerakan ini tak hanya petugas stasiun, melainkan juga masyarakat pengguna kereta.
Dengan begitu, melalui peran aktif mereka diharapkan semakin banyak orang yang dapat terbantu.
"Kalau petugas stasiun, tentu memang itu sudah menjadi kewajiban. Tapi ini masyarakat yang kami harapkan. Karena itu, asosiasi kereta swasta membuat poster yang menggugah hati untuk mengingatkan masyarakat agar saling membantu," kata Ochi.
Di mana orang yang menawarkan bantuan tak jarang justru kerap dicurigai oleh orang yang membutuhkan bantuan.
Oleh karena itu, diperlukan kampanye sejak dini untuk merubah perilaku masyarakat.
Seperti halnya yang dilakukan operator kereta api di Jepang yang bekerja sama dengan taman kanak-kanak untuk mengajarkan konsep bertransportasi publik yang baik kepada anak-anak TK.
Lewat aneka kompetisi perlombaan seperti menggambar, operator mengajarkan tentang bagaimana perilaku menggunakan kereta yang seharusnya dilakukan oleh mereka.
"Mereka diberi kebebasan untuk menggambar, berimajinasi tentang bagaimana seharusnya berperilaku dalam naik kereta. Dengan harapan, mereka akan melaksanakan itu ketika sudah besar," ungkap Deputi Direktur Management Station Office Yokohama Municipal Subway, Nakano.
Tak sampai di sana, budaya berkereta juga diajarkan langsung di lapangan. Ketika Kompas.com menyambangi Stasiun Kannai, misalnya, tampak puluhan anak-anak usia taman kanak-kanak berbaris rapi membentuk dua barisan saat hendak masuk stasiun.
Bahkan, mereka tak segan menyapa kami seraya melontarkan senyuman.
Pemandangan serupa juga terjadi di beberapa lokasi stasiun lainnya. Bagi Pemerintah Jepang, mengajarkan budaya bertransportasi harus dilakukan sedini mungkin guna membentuk perilaku positif di kemudian hari.
Tentunya, upaya ini perlu dicontoh Pemerintah Indonesia, terutama Pemprov DKI, yang memiliki jaringan transportasi berbasis rel di dalam kota.
Dengan harapan, dapat menumbuhkan budaya bertransportasi yang lebih tertib, aman dan nyaman bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga harus membantu pemerintah dalam memastikan tertib bertransportasi demi kenyamanan bersama.
https://properti.kompas.com/read/2018/12/03/153000321/demi-bertransportasi-yang-lebih-baik-contohlah-negeri-sakura