"Yang diperlukan adalah melakukan strukturisasi KPR dengan fixed rate, seperti di negara Asia lainnya, misalnya Korea. Bank-bank dengan KPR fixed rate gampang masuk pasar modal, sehingga mudah menghimpun dana publik untuk disalurkan melalui KPR," tutur Ananta menjawab Kompas.com, Jumat (30/11/2018).
Dengan KPR fixed rate, kata Ananta, generasi milenial bisa mengelola penghasilannya dengan lebih baik.
Pasalnya, mereka memiliki penghasilan tak kalah besar. Bahkan, menurut Ananta, milenial yang berkarya di industri kreatif bisa meraup lebih dari Rp 15 juta atau Rp 20 juta dalam semalam.
Namun, karena selama ini fasilitas KPR dengan bunga tetap jarang diberlakukan, mereka lebih memilih membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan traveling atau gaya hidup, ketimbang membeli rumah.
Indeks Harga Properti Residensial Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rata-rata kenaikan harga rumah di 14 kota besar sekitar 39,7 persen.
Sementara kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) per tahun kurang dari 10 persen. Artinya, kenaikan penghasilan tidak dapat menutupi kenaikan harga rumah.
"Idealnya, harga rumah yang bisa diakses oleh para milenial adalah maksimal 3 kali penghasilan tahunan. Jika harga rumah Rp 300 juta, maka penghasilan harus Rp 100 juta per tahun atau Rp 8 jutaan per bulan," papar Ananta.
Jadi, wajar saja bila menurut Susenas BPS per maret 2017, proporsi belanja kalangan milenial didominasi kebutuhan konsumsi yakni 50 persen. Sementara belanja perumahan hanya 23,8 persen.
Adapun untuk matrik status kepemilikan rumah milenial, hasil Susenas BPS Maret 2017 menunjukkan, kepemilikan rumah generasi yang lahir pada 1980-2000 juga cukup rendah yakni 38,2 persen.
Bandingkan dengan milenial yang masih menyewa, kos, atau mengontrak rumah sebesar 45,06 persen, dan sisanya tinggal di rumah mertua, rumah dinas, rumah warisan, dan lain-lain.
Multifinansial
Karena itu, kata Ananta, SMF tertarik lebih dalam menggarap pasar milenial. Pasarnya demikian potensial, dengan jumlah 90 juta orang.
Namun, Ananta mengakui, kerja sama dengan empat lembaga multifinansial ini belum mencapai hasil maksimal.
Sampai Oktober 2018, dari alokasi dana Rp 600 miliar, yang terserap baru 10 persen hingga 15 persen.
Kendalanya, lembaga multifinansial tidak cukup memiliki pengetahuan mengenai KPR. Mereka harus membentuk satu unit sendiri yang terpisah dari unit kredit pemilikan kendaraan bermotor atau kredit konsumsi lainnya.
"Sales motor tentu berbeda dengan sales KPR," cetus Ananta.
Kendala berikutnya adalah masalah dana. Lembaga multifinansial punya keterbatasan. Kendala ketiga adalah tidak fokus pada pasar yang digarap.
Mereka, kata Ananta, terlalu agresif berkompetisi dengan perbankan yang memang memiliki ekspertis dan kompetensi untuk porsi-porsi pasar tertentu.
https://properti.kompas.com/read/2018/12/02/182236421/dirut-smf-garap-pasar-milenial-bunga-bank-harus-fixed