Semua badan usaha jasa konstruksi (BUJK) harus mengikuti peraturan tersebut dan apabila melakukan pelanggaran maka ada sanksi yang dikenakan.
Sanksi itu mulai dari teguran lisan, masuk black list, hingga pencabutan status badan hukum. Nantinya sanksi yang diberikan tergantung pada tingkat kesalahan BUJK yang bersangkutan.
Namun, menurut Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, hingga saat ini belum ada BUJK yang mendapat sanksi akibat pelanggaran yang dilakukan.
“Belum ada,” ucap Syarif saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/11/2018).
Dia menambahkan, saat ini terdapat 126.000 BUJK di Indonesia yang terdiri dari badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
Syarif mengharapkan semua badan usaha itu menaati regulasi yang ada dan kesepakatan yang dibuat bersama sehingga tidak terjadi kecelakaan kerja, dan K3 di proyek konstruksi tetap terjamin.
“Harapannya zero accident. Kalau dilakukan secara serius dan disiplin maka diyakini tidak akan terjadi,” ujar Syarif.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 60 peserta dari level direksi dan manajemen pada 11 badan usaha milik negara (BUMN) di bidang jasa konstruksi menandatangani komitmen K3 konstruksi pada Selasa (13/11/2018), di Jakarta.
Penandatanganan ini diadakan oleh Kementerian PUPR sebagai wujud perhatian terhadap K3 pada setiap proyek konstruksi yang dikerjakan.
Ke-11 BUMN yang hadir dalam penandatanganan tersebut yakni PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero) Tbk, PT Indra Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero), PT Yodya Karya (Persero), dan PT Amarta Karya (Persero).
Kemudian, ada pula PT PP (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Bina Karya (Persero), PT Nindya Karya (Persero), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
https://properti.kompas.com/read/2018/11/13/232301021/hingga-kini-belum-ada-bujk-yang-kena-sanksi