JAKARTA, KOMPAS.com - Tol Trans Sumatera diyakini bakal menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Untuk itu, pemerintah memutiskan untuk mengembangkan tol ini sepanjang 2.704 kilometer yang terbagi ke dalam 24 ruas.
Namun ruas yang meenjadi prioritas untuk dibangun, sepanjang 1.480 kilometer.
Untuk merealisasikan Tol Trans Sumatera, Pemerintah menugaskan PT Hutama Karya (Persero) sebagai BUMN karya untuk menggarap seluruh ruas ini.
Mekanisme penunjukkan langsung pun dilakukan, lantaran sebelumnya tol ini kurang menarik minat investor dan dinilai belum layak secara finansial.
"Kenapa swasta enggak mau? Ya ngelihatnya kayak begini, kapan mau kembalinya. Makanya kita diberikan penugasan, diberikan jaminan atas utang yang nanti timbul oleh Hutama Karya," kata Direktur Utama PT Hutama Karya Bintang Perbowo saat berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com, Kamis (1/11/2018).
Meski secara finansial belum layak dan banyak investor yang tidak mau berinvestasi dalam membangun jalan tol ini, namun Bintang mengklaim, kehadiran tol ini telah banyak membawa perubahan besar.
Sebagai contoh, ketika ruas Medan-Binjai belum dibangun, harga lahan di sana hanya sekitar Rp 200.000 per meter persegi.
"Sekarang kalau kita mau beli di sana, tidak ada yang mau kurang dari Rp 2 juta per meter persegi. Enggak setahun lho itu naik sepuluh kali lipat," ujar Bintang.
Direktur HC dan Pengembangan Putut Ariwibowo menambahkan, sebelum jalan tol hadir, pola distribusi orang dan barang hanya terpusat di kota-kota yang memiliki akses jalan yang baik.
Hal inilah yang menjadi penyebab ketimpangan terutama di kota-kota kecil yang belum memiliki jalanan yang baik guna menunjang kelancaran distribusi tersebut.
"Dengan adanya Jalan Tol Trans Sumatera, akan mengubah pola koleksi distribusi yang awalnya menyebar, menjadi linerie. Tentu saja ketimpangan ini berubah, karena pesisir timur dan barat Sumatera itu akan terbangun jalan," ujarnya.
"Selain itu ada integrasi di pelabuhan pantai barat dan timur, sehingga memudahkan arus barang dan jasa," imbuh Putut.
Di samping itu, bila dilihat dari pola jalannya, maka Tol Trans Sumatera ini menyerupai 'sirip ikan'. Artinya, jalan utama yang berada di tengah akan menjadi tulang punggung utama, sementara pecahan dari jalan-jalan tersebut akan menjadi jalur penghubung antar wilayah.
"Ini akan menimbulkan titik baru, titik pertemuan baru antara akses ini yang akan membawa suatu pertumbuhan daerah baru, dimana daerah baru tersebut akan berubah cara pengembangannya," ujarnya.
Saat ini, yang masih terjadi yaitu Pulau Sumatera memiliki jaringan perkotaan yang terdiri atas sembilan kota dengan kategori Pusat Kegiatan Nasional, 57 kota dengan kategori Pusat Kegiatan Wilayah, dan empat kota dengan kategori Pusat Kegiatan Strategis Nasional.
"Nantinya, pengembangan tidak lagi berdasarkan kota tapi klastering, sehingga memunculkan enam klaster kota. Dengan klaster itu, dimana akan menghubungkan hub yang akan meningkatkan efisiensi pergerakkan barang dan jasa," tutup dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/11/02/125700121/tol-trans-sumatera-antara-sirip-ikan-dan-jalur-distribusi