Rumah ini terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan hingga akhirnya menghasilkan listrik dual power untuk dipakai pada peralatan rumah tangga.
Direktur TREC FTUI Eko Adhi Setiawan mengatakan, tiga komponen utama di rumah itu yakni panel surya (solar panel), sel bahan bakar (fuel cell), dan baterai.
“Di atas ada solar panel, sedangkan di luar ada fuel cell dan baterai. Solar panel itu berkapasitas 2.800 sampai 3.000 watt yang fungsinya mengubah listrik dari radiasi matahari,” ucap Eko kepada Kompas.com, di Eng Park FTUI, Depok, Kamis (25/10/2018).
Dia menjelaskan, cara kerja komponen tersebut yakni solar panel dan fuel cell menyerap energi matahari dan hidrogen, kemudian energi itu dialirkan ke baterai.
Sebelum baterai itu mengalirkan listrik ke peralatan rumah tangga, tegangannya dinaikkan menggunakan alat DCON berukuran 2,5 kilowatt.
Tegangannya pun akan naik hingga 230 volt yang merupakan tegangan searah atau direct current (DC).
Selanjutnya, listrik yang dialirkan dari baterai itu digunakan untuk menyalakan peralatan rumah tangga, seperti komputer, printer, televisi, kipas angin, dan pendingin ruangan. Kapasitasnya antara 2.500 sampai 4.000 watt.
“Biayanya sampai Rp 200 juta untuk rumah sudah jadi,” ujarnya.
Menurut dia, teknologi ini bisa digunakan untuk berbagai tipe rumah, mulai dari tipe 36 hingga yang lebih besar.
Mengenai desain rumahnya pun bebas, tergantung keinginan dan kebutuhan orang yang menempatinya.
Begitu pula dengan material rumah bisa menggunakan batu bata atau bahan lain. Penggunaan kontainer menjadi rumah ini karena niat untuk memanfaatkan barang-barang yang tidak terpakai.
“Prinsipnya ini gabungan antara efektivitas penggunaan listrik energi terbarukan dengan pemanfaatan limbah berupa kontainer,” jelas Eko.
https://properti.kompas.com/read/2018/10/25/144449921/rumah-kontainer-dual-power-hanya-rp-200-juta