JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat tak dapat menjatuhkan sanksi kepada pengembang yang melakukan praktik dugaan pelanggaran hukum dalam proses eksekusi sebuah proyek.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengungkapkan hal tersebut saat dimintai tanggapan seputar penangkapan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Billy diduga memberikan suap kepada Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin agar memuluskan proses perizinan pembangunan proyek Meikarta.
Suap juga diduga diberikan kepada sejumlah pejabat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Menurut Khalawi, pemberian sanksi kepada pengembang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda) dalam hal ini Pemkab Bekasi.
"Pusat berwenang melakukan pembinaan. Meskipun demikian, kami bisa memberikan rekomendasi kepada pemda untuk mengenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Khalawi kepada Kompas.com, Kamis (18/10/2018).
Rekomendasi itu, kata dia, akan diberikan sesuai dengan bukti yang diperoleh. Bila terbukti bersalah, maka pengembang dapat dijatuhi sanksi administratif oleh pemda dan sanksi pidana oleh pengadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adapun ketentuan itu diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Kementerian PUPR bisa merekomendasikan jika terbukti melanggar aturan perundang-perundangan yang berlaku, sedangkan eksekusi kewenanganya pemda yang memberikan izin usaha," tuntas Khalawi.
https://properti.kompas.com/read/2018/10/19/113000821/sanksi-kepada-lippo-group-ada-di-tangan-pemda