BMN atau aset tersebut dikategorikan tidak beres administrasi atau pencatatannya, dan penggunaannya tidak sesuai rencana.
"Kami tengah upayakan dengan lembaga terkait ke mana aset itu. Misalnya karena pencatatannya dobel," kata Anita dalam acara penandatanganan Berita Acara Serah Terima BMN dari Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR kepada para pihak penerima, di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Dia memberi contoh aset irigasi. Ada pemerintah kota yang memiliki kebijakan membangun di atas aset irigasi milik Kementerian PUPR. Artinya, aset itu masih ada, tetapi harus diteliti kembali keberadaan dan kondisinya terkini.
Contoh lain, pemeliharaan aset negara seperti rusun. Dulu pembangunan rusun di daerah tidak dilengkapi dengan masuknya jaringan listrik dan air untuk kebutuhan sehari-hari.
Hal itu menarik konsumen untuk membeli atau menyewanya. Kemudian, setelah sekian tahun, terjadi kerusakan pada bangunan, misalnya atap bocor dan merembet ke kerusakan yang lain.
Kerusakan itu memaksa pemerintah daerah setempat tidak mau menerima aset tersebut dan meminta untuk diperbaiki. Tentunya akan ada biaya lagi untuk perbaikannya.
"Dalam banyak kasus, biaya dari pusat sudah tidak ada, tapi pemda bilang tidak mau terima barang ini dan minta diperbaiki. Dari pusat bilang tidak ada biaya pemeliharaan. Ini masalah klasik," ungkap Anita.
Maka dari itu, upaya percepatan penyerahan aset negara ini dinilai penting karena pemda bisa secara resmi mengelolanya dengan menggunakan APBD.
Anita menambahkan, Kementerian PUPR mengelola sekitar 40 persen aset negara. Ini merupakan tugas besar untuk bisa memeliharanya agar bermanfaat secara maksimal untuk kepentingan masyarakat luas.
https://properti.kompas.com/read/2018/10/19/003037221/pemerintah-telusuri-hilang-nya-56000-aset-negara