Teknologi ini digunakan untuk merekonstruksi rumah rusak akibat gempa di berbagai daerah. Teknologi tersebut juga diaplikasikan pada kompleks hunian di Kota Surakarta.
Hunian sub komunal ini menerapkan konsep Risha dengan sistem modular.
Setiap komponen sendiri memiliki sifat fleksibel dan efisien dalam konsumsi bahan bangunan.
Hunian yang berada di kompleks rumah susun Semanggi ini menjadi salah satu proyek dari Kementerian PUPR, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta.
Risha dibangun untuk menyediakan hunian bagi warga yang terkena penataan bantaran Sungai Bengawan Solo.
Kepala Balai Litbang Tata Bangunan dan Lingkungan, Pusat Litbang Perumahan dan Lingkungan, Kementerian PUPR, Kuswara, mengatakan, proses konstruksi hunian sub komunal ini sudah mencapai 60 persen.
"Untuk sub komunalnya rangka struktur sudah selesai, sekarang proses finishing atap lantai dan dinding," ujar Kuswara menjawab Kompas.com, Kamis (11/10/2018).
Pembangunan diperkirakan selesai pada akhir November tahun ini. Kuswara menambahkan, total hunian yang dibangun sebanyak 56 unit. Satu unit rumah diperuntukkan bagi satu Kepala Keluarga (KK).
"Secara umum di Lombok Risha yang akan dibangun satu lantai saja. Kecuali ada permintaan untuk dua lantai," tutur Kuswara.
Sementara setiap unit Risha yang dibangun di Solo memiliki luas total 40 meter persegi dengan 2,5 lantai. Kuswara menuturkan, konsep Risha memang didesain sebagai bangunan dua lantai.
"Yang setengah lantai dikonversi dari beban atap dan sudah dihitung beban setengah lantai tadi masih sesuai dengan kapasitas Risha," ucap Kuswara.
Kamar tidur anak pada lantai paling atas tersebut memang bertujuan untuk memfungsikan bagian atas rumah agar lebih fungsional.
"Kalau tiga lantai penuh tidak diperbolehkan," imbuh dia.
Sementara lantai satu berupa kamar mandi dan ruang tamu. Lantai dua rumah difungsikan sebagai kamar tidur utama.
https://properti.kompas.com/read/2018/10/11/210000521/progres-risha-di-solo-sudah-60-persen