JAKARTA, KOMPAS.com - Kurangnya pasokan rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang disediakan pemerintah, tidak terlepas dari ketidaktepatan dalam perencanaannya.
Hal itu terjadi karena menurut Kepala Seksi Strategi Pembiayaan Kementerian PUPR Tantra Rifai mengatakan, perencanaan penyediaan perumahan didasarkan pada basis data yang diperoleh 2-3 tahun lalu.
Data tersebutlah yang kemudian menjadi patokan pemerintah untuk menyalurkan bantuan subsidi kepada masyarakat.
Seperti diketahui, ada beberapa bentuk subsidi perumahan yang dimiliki pemerintah, misalnya fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), dan subsidi bantuan uang muka (SBUM).
"Dan ini sangat bias ketika dilakukan pengukuran kinerja pada akhir tahun," ungkap Tantra dalam Housing Talks bertajuk 'Ide dan Inovasi Rumah dalam Era Kekinian' di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (24/9/2018).
Problem lainnya yaitu terbatasnya akses MBR terhadap pembiayaan perumahan dari perbankan. Terutama, kalangan MBR yang berasal dari kelompok non-fixed income.
"Karena kalau dilihat di lapangan, jumlah masyarakat yang bekerja di sektor informal ini sangat banyak dan sangat banyak pula yang belum punya rumah," ungkap Tantra.
Di samping itu, pemerintah daerah juga memiliki wewenang terbatas dalam membantu masyarakatnya untuk memiliki rumah layak huni dan terjangkau.
"Dalam UU terbaru itu dibatasi bagi pemda untuk mengembangkan sistem pembiayaan perumahan. Padahal itu penting untuk mendukung penyediaan rumah terutama untuk MBR," imbuh Tantra.
Karena itu, Kementerian PUPR kini tengah mengembangkan aplikasi baru yang mampu memberikan data lebih rinci mengenai kebutuhan rumah layak huni dan terjangkau bagi MBR.
Aplikasi bertajuk Sistem Informasi Pendataan Rumah MBR (Sitamara) itu akan memberikan data secara lengkap.
Mulai dari penghasilan per bulan, kemampuan membayar cicilan, hingga preferensi dalam memiliki rumah, apakah sewa atau milik.
Ke depan, aplikasi tersebut juga dapat memberikan data lebih detail tentang kebutuhan rumah untuk masing-masing daerah. Pada gilirannya, informasi yang dimiliki pemerintah pun lebih akurat.
"Tujuan dari hal ini adalah efektivitas pemberian bantuan. Kalau kami alokasikan 100, berarti harus 100 yang disediakan, baik itu lokasi maupun preferensi huniannya," jelas Tantra.
Selain itu, data pada aplikasi ini juga akan disinkronisasi dengan data penyediaan perumahan untuk memastikan antara kebutuhan dengan pasokan yang tersedia.
"Karena kalau ini bisa sesuai dengan stok, bisa membantu MBR sendiri untuk mendapatkan rumah subsidi ke depannya," tutup dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/24/184914421/target-rumah-mbr-meleset-pemerintah-akui-ada-kekeliruan-perencanaan