Kalau pun banyak arsitek asing yang digandeng pengembang untuk merancang bangunan jangkung di dalam negeri, hal itu bukan soal kemampuan arsitek lokal yang kurang cakap.
"Jadi intinya sekarang bukan masalah kemampuan, tapi mereka itu seneng branding ya," kata Georgius kepada Kompas.com, Senin (17/9/2018).
Namun demikian, dia mengakui branding arsitek lokal masih kurang mentereng. Karena itu, IAI akan terus mencitrakan diri (rebranding) arsitek lokal agar kehadiran mereka dapat diterima di masyarakat.
"Jadi bukan karena masalah kemampuannya. Supaya kita bisa lebih dikenal, itu kita harus mencitrakan diri," cetus Georgius.
Sementara itu, Ketua Badan Sayembara IAI Larasati Wijaya mengatakan, setiap arsitek memiliki gaya masing-masing dalam merancang sebuah bangunan.
Karena itu, Larasati menyayangkan banyak pihak yang justru lebih berkiblat ke arsitek asing dan berharap arsitek lokal meniru gaya mereka.
"Jangan sampai kita silau dengan yang ada di luar, padahal kami fine-fine aja. Kenapa kita kalau enggak ngomong bahasa Inggris terus enggak oke, padahal enggak juga," kata Larasati.
Sebelumnya, Corporate Secretary PT Intiland Development Tbk Theresia Rustandi mengatakan, ada beberapa alasan yang membuat pengembang lebih memilih arsitek asing dalam merancang proyek bangunan tinggi.
Selain jam terbang, desain yang ditawarkan arsitek asing cenderung kekinian. Sehingga hasil karya mereka lebih dilirik oleh konsumen.
"Kami perlu konsep-konsep yang baru sesuai perkembangan arsitektur dunia, perkembangan habit dan kebutuhan pasar," kata Theresia kepada Kompas.com, Jumat (29/6/2018).
Meski demikian, bukan berarti dalam setiap pekerjaan proyek bangunan jangkung, arsitek lokal tidak dilibatkan.
Pelibatan tetap dilakukan guna memberikan transfer of knowledge dan teknologi kepada arsitek dalam negeri.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/17/213000521/pengembang-gandeng-arsitek-asing-iai--itu-hanya-branding-