JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya rumah dan bangunan rusak terdampak gempa bumi yang melanda Lombok dan sekitarnya, karena saat proses pembangunannya kurang memperhatikan aspek teknis.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, tak kurang dari 167.961 rumah, 1.194 sekolah, 321 fasilitas kesehatan, 1.143 tempat ibadah yang mengalami kerusakan.
Jumlah tersebut belum termasuk kerusakan sejumlah fasilitas ekonomi seperti 46 pasar tradisional, 566 kios/toko, 317 restoran/warung dan 21 koperasi/UKM/IKM.
Selain itu, kerusakan juga menimpa 350 kantor pemerintahan, 47 rumah dinas, dan 31 kantor keamanan dan ketertiban.
Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Dradjat Hoedajanto membandingkan, jumlah bangunan rusak tersebut dengan bangunan baru yang berada pada sektor pariwisata.
Menurut dia, hotel dan bangunan wisata yang baru dibangun dalam beberapa waktu terakhir, relatif memperhatikan aspek teknis.
"Sedangkan bangunan masyarakat, rumah dan ruko, bahkan sebagian kantor-kantor pemerintah kurang memperhatikan itu. Sehingga banyak yang rusak karena dia masuk non engineer building," kata Dradjat dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Dradjat mengatakan, dalam setiap pembangunan gedung maupun rumah, seharusnya ada izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan kepada pemerintah daerah.
Di dalam izin tersebut wajib mencantumkan aspek teknis termasuk keamanan dari bangunan itu sendiri.
Namun, ia menyayangkan, banyak pemda yang mengabaikan aspek teknis tersebut. Padahal, di beberapa lokasi seperti Lombok yang rawan gempa, aspek teknis perlu mendapatkan perhatian lebih.
"Kenyataannya sampai sekarang, sebagian terbesar dari apa yang sudah berjalan, IMB baru berkonsentrasi untuk mendapatkan income bagi daerah. Proses keteknikannya kurang dipentingkan," tuntas dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/12/203408321/aspek-teknis-diabaikan-penyebab-hancurnya-puluhan-ribu-rumah-di-lombok