JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan pembangunan rumah instan sederhana sehat (Risha) di Lombok, Nusa Tenggara Barat, tidak melibatkan kontraktor dan supplier (pemasok).
Basuki juga menjamin Risha akan dibangun secara swakelola dengan melibatkan masyarakat dan didampingi tim ahli dari Kementerian PUPR.
Kepastian tersebut disampaikan Basuki menanggapi kritikan dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat rapat konsultasi tindak lanjut penanganan gempa bumi NTB di Kompleks Parlemen, Senin (10/9/2018).
"Untuk pembangunan perumahan ini, konsepnya swakelola dengan rekompak. Masyarakat tidak menonton tapi gotong royong untuk mengerjakan rumahnya sendrri, sehingga akan lebih cepat daripada dikerjakan kontraktor. Tidak ada kontraktor untuk pembangunan rumah," terang Basuki.
Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 50 juta per kepala keluarga yang rumahnya rusak berat saat gempa bumi mengguncang Lombok dan sekitarnya beberapa waktu lalu.
Hasil verifikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 167.961 unit rumah rusak. Dari jumlah tersebut, 32.970 unit teridentifikasi rusak berat.
Jumlah tersebut masih bisa bertambah seiring dengan proses identifikasi yang terus dilakukan.
Basuki menambahkan telah bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk menyediakan material konstruksi.
Untuk sementara, material tersebut baru tersedia di lima kecamatan yaitu Pemenang, Tanjung, Kayangan, Bayan dan Gangga.
"Jadi prosesnya (penyaluran anggarannya) dari BNPB ke bank. Dari bank ke masyarakat, masyarakat ke depo. Tidak ada kontraktor," imbuh Basuki.
Proses rehabilitasi rumah rusak ini ditargetkan selesai dalam kurun waktu enam bulan.
Selain rumah rusak, Kementerian PUPR juga merehabilitasi sejumlah fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas penunjang perekonomian masyarakat.
Sebelumnya, Fahri mengkritik upaya pemerintah membangun Risha bagi masyarakat Lombok. Menurut dia, ada kesan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan Risha ditahan.
"Soal Risha, ada kesan di lapangan bahwa uang masyarakat ditahan di rekening karena ada suplier Risha," kata dia di Kompleks Parlemen.
Menurut Fahri, masyarakat berkeinginan untuk membangun rumah sendiri secara bersama-sama dengan menggunakan puing-puing yang ada.
Namun, ia mengaku, tak sedikit masyarakat yang belum memahami bagaimana mengaplikasikan teknologi rumah tahan gempa di daerah yang rawan gempa seperti NTB.
"Rumah yang rusak kebanyakan rumah yang dibangun dengan beton. Komposisi kapur lebih banyak dari pada semennya," kata Fahri.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/10/180000821/dikritik-fahri-ini-jawaban-menteri-basuki-soal-risha