JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi pemerintah dalam pemulihan kawasan Lombok dan sekitarnya pasca gempa bumi, belum maksimal akibat data yang simpang siur.
Penilaian tersebut disampaikan Fahri saat memimpin rapat konsultasi tindak lanjut penanganan gempa bumi NTB di Kompleks Parlemen, Senin (10/9/2018).
Ada tujuh hal yang disoroti Fahri. Pertama, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang rehabilitasi dan pemberian bantuan kepada masyarakat, belum mencakup semua wilayah terdampak gempa.
"Inpres juga belum memasukkan kementerian yang penting untuk dimasukkan seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Pariwisata," ujar Fahri.
Kedua, Fahri mengharapkan pemerintah memperhatikan kemampuan daerah dalam merehabilitasi wilayah pascagempa. Menurut dia, saat ini tingkat pendapatan asli daerah (PAD) NTB cukup tertekan.
Ketiga, Fahri juga menyoroti soal simpang siurnya data mengenai bantuan yang telah disalurkan pemerintah di lapangan. Misalnya, Kementerian Keuangan berencana menyalurkan anggaran senilai Rp 973,4 miliar.
Sementara rincian dari BPBD untuk operasi dan logistik serta bantuan stimulan untuk rumah rusak berat sebesar Rp 322,2 miliar.
Dari Kementerian Sosial, anggaran untuk kebutuhan logistik dan santunan beras sejahtera (rastra) sekitar Rp 235 miliar.
Adapun bantuan dari Kementerian Kesehatan hanya sebesar Rp 7,8 miliar, Kementerian PUPR Rp 176 miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 23 miliar, dan Kementerian ESDM Rp 2,1 miliar.
"Keterangan tersebut mementahkan keterangan sebelumnya yang katanya dana bantuan yang sudah turun Rp 1,9 triliun dengan taksiran kerugian Rp 7,7 triliun. Sebenarnya, berapa total anggaran yang dibutuhkan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi penanganan dampak gempa Lombok dan Sumbawa?" tanya Fahri.
"Keempat, bagaimana skema penggunaan dan waktu dari penggunaan dana tersebut? Tolong angkanya dijelaskan rinci. Angka itu akan dilacak orang karena sekarang era terbuka," tambah dia.
Kelima, Fahri juga mempertanyakan bantuan yang telah disalurkan pemerintah untuk membangun rumah.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Fahri, penyaluran tahap satu Rp 264 miliar untuk pembangunan rumah rusak sebanyak 5.293 unit.
"Bagaimana nasib rumah rusak lainnya?" ujarnya.
Keenam, terkait rencana pembangunan rumah instan sederhana sehat (Risha). Menurut Fahri, saat ini ada anggapan, uang yang akan digunakan untuk membangun Risha ditahan sementara waktu lantaran ada informasi akan masuk supplier (pemasok).
"Padahal keinginan kuat di lapangan, masyarakat ingin membangun rumah sendiri dengan puing-puing yang ada," kata dia.
Ketujuh, imbuh Fahri, masih banyak masyarakat yang belum teredukasi tentang teknologi hunian tahan gempa.
"Rumah yang rusak kebanyakan rumah yang dibangun beton. Komposisi kapur lebih banyk dari pada semennya," ujarnya.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/10/173000321/fahri-hamzah-penanganan-gempa-lombok-simpang-siur