China memiliki sekitar 50 area kosong tak berpenghuni di seluruh wilayah negeri. ABC News mewartakan, di antara situs-situs konstruksi ini, beberapa proyek masih berlanjut.
Wilayah tersebut bahkan disebut sebagai "kota hantu". Kota-kota baru ini biasanya dibangun di daerah pinggiran baru atau pinggiran kota yang saat ini ada.
Proyek ini dirancang sebagai tempat tinggal bagi ratusan ribu orang, dan mencakup berbagai bangunan tinggi, kondominium, pusat perbelanjaan, alun-alun, lampu jalanan, bahkan replika kota-kota besar di Eropa.
Dinny McMahon, penulis buku China's Great Wall of Debt menjelaskan ada faktor pendorong di balik proyek konstruksi yang ajaibnya sepi peminat.
"Fenomena ini telah didorong oleh belanja hutang yang berlebihan yang benar-benar meruntuhkan setelah krisis nasional," ujar McMahon.
Dia menambahkan, pemerintah daerah di seluruh negara mencoba mendorong ekonomi dengan mengembangkan infrastruktur dan membangkitkan pasar.
Tingkat kekosongan apartemen di China diperkirakan mencapai 64,5 juta unit. Menurut State Grid Corporation of China seperti yang dilansir dari South China Morning Post, tingkat kekosongan ini dihitung berdasarkan unit yang tidak menggunakan listrik selama enam bulan berturut-turut dari 2010.
Kondisi ini tidak selamanya buruk. Menurut penulis buku Ghost Cities of China, Wade Shepard, banyaknya infrastruktur yang kosong ini menandakan pemerintah China serius dalam mengantisipasi meledaknya jumlah penduduk.
Shepard yang sudah mendokumentasikan keberadaan "kota hantu" sejak 2006 ini memaparkan, tidak seperti kota besar lain di dunia dimana jumlah penduduk melebihi infrastruktur yang ada, China selangkah lebih maju.
Tidak semua "kota hantu" di negara ini tetap kosong. Beberapa dari kota tersebut telah berubah menjadi pemukiman layak. Kota-kota yang baru dibuka pada tahun 2000 hingga 2003 kini sudah banyak berkembang.
"Jika Anda melihat sekeliling, kota-kota ini sama dengan tempat lain, tetapi tidak tahu bahwa 10 tahun lalu masyarakat menyebutnya sebagai 'kota hantu', 20 tahun lalu bahkan hanya berupa kompleks apartemen dan desa," imbuh Sheperd.
Dia memuji gerakan pembangunan kota besar di China, sebagai sukses besar yang memberikan kota kecil di sekitarnya potensi untuk berkembang.
Firma konsultasi J Capital Research mencoba mendokumentasikan perkembangan setiap "kota hantu" di China.
Menurut Managing Partner J Capital Research, Tim Murray, kota dengan perkembangan paling cepat di China, Shenzhen, juga dibangun dengan cara ini.
Contoh lain adalah wilayah Pudong di area lain Kota Shanghai. Wilayah yang dulunya merupakan daerah rawa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat.
"Cara ini sebelumnya memang salah, namun kini sangat berhasil," kata Murray.
Namun Murray menggarisbawahi, contoh ini merupakan pengecualian. Belum semua kota berkembang sangat pesat seperti dua contoh tersebut.
McMahon menjelaskan, apakah sebuah kota hantu berhasil memiliki penghuni atau tidak, tergantung pada kemampuannya menciptakan lapangan kerja dan industri baru.
Sebagai contoh, Kota Zhedong di Zhengzhou, ibu kota Provinsi Henan. Pemerintah daerah tersebut berhasil memberikan insentif kepada Foxconn, perusahaan pembuat iPhone dari Taiwan untuk membuka pabrik di kota itu.
Pabrik tersebut kemudian mampu merekrut 200.000 orang dan menjadikan Zhedong sebagai kota "hidup" dengan meledaknya jumlah warga.
Namun hal ini tidak terjadi di bagian kota lainnya. McMahon mengatakan, sebagian besar "kota hantu" di China tidak memiliki sumber daya alam.
Lebih lanjut, kota-kota tersebut juga tidak memiliki daya tarik seperti halnya Zhezhou, dan menjadikannya sebagai tempat kosong seperti saat ini.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/06/212003621/di-balik-megahnya-kota-hantu-china