JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, jumlah penduduk DKI yang hidup di bawah garis kemiskinan masih cukup besar.
Saat ini, Jakarta dihuni oleh sekitar 10,3 juta penduduk. Dari jumlah tersebut, mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp 500.000/bulan mencapai 384.000 jiwa atau sekitar 3 persen dari total penduduk.
"Kalau angkanya saya ubah menjadi Rp 1 juta, maka yang hidup dengan pendapatan Rp 1 juta ke bawah, jumlahnya 3 juta orang," kata Anies dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
"Kita punya penduduk 10 juta, dan 30 persen earning less than 1 million per month. Dan bapak ibu semua menyadari what does it mean having 1 milion in the city like Jakarta. What can you do dengan angka itu? This is a problem," imbuh dia.
Dengan tingkat ekonomi yang rendah, Anies menambahkan, masyarakat masih harus dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan dasar yang cukup menyulitkan, seperti air bersih dan hunian.
Untuk air, sejauh ini baru sekitar 57 persen masyarakat yang telah mendapatkan akses terhadap saluran air bersih PDAM.
Sementara, warga yang tergolong ekonomi rendah, harus menebus air bersih dengan harga yang cukup mahal.
Di wilayah timur dan barat Jakarta bagian utara yang merupakan kawasan pesisir, untuk menebus air bersih paling tidak masyarakat harus membayar Rp 20.000 per hari.
"Its more expensive for poor family than wealthy family. Cost of living air lebih mahal. Karena itu, menjadi orang miskin di Jakarta itu lebih mahal dibandingkan menjadi orang makmur. Ini fakta," kata dia.
Sementara itu, dalam hal kepemilikan hunian, 49 persen penduduk DKI hingga kini belum memiliki rumah. Sementara, setiap tahun terjadi kenaikan harga lahan dan cenderung tinggi.
"Makanya kenapa kita ngotot dengan program ownership rumah, program DP 0 persen dan lain-lain. Kita mendorong orang untuk punya rumah. Bukan ada rumah tapi sewa," kata dia.
https://properti.kompas.com/read/2018/09/04/230000521/anies--jadi-orang-miskin-di-jakarta-lebih-mahal-ketimbang-orang-kaya